Banner

Pakar sebut kemenangan Partai Buruh dalam pemilu Inggris lebih lemah dari yang terlihat

Keir Starmer beserta istrinya terlihat setelah dia menyampaikan pidato pertamanya sebagai perdana menteri Inggris di depan Downing Street No.10 di London, Inggris, pada 5 Juli 2024. (Xinhua/Li Ying)

Kegagalan pemilihan umum bagi Partai Konservatif menunjukkan tingkat frustrasi yang dirasakan para pemilih Inggris terhadap kegagalan partai tersebut dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi rakyat biasa, seperti krisis biaya hidup, sistem perawatan kesehatan yang tidak efisien, dan infrastruktur yang rusak.

 

London, Inggris (Xinhua) – Keir Starmer dan Partai Buruh (Labour Party) yang dipimpinnya perlu memenangkan hati dan pikiran rakyat Inggris meskipun menang telak dalam pemilihan umum 2024 karena persentase suara aktual yang mereka peroleh cukup rendah, seperti disampaikan para pakar kepada Xinhua.

Partai tersebut telah menyapu bersih kekuasaan dengan meraih 412 kursi di parlemen yang memiliki 650 kursi, sementara jumlah kursi Partai Konservatif (Conservative Party) menyusut menjadi 121.

Namun dalam hal porsi suara, Partai Buruh telah menerima sekitar 34 persen, yang berarti margin yang moderat jika dibandingkan dengan porsi suara sekitar 24 persen Partai Konservatif dan 14 persen Partai Reformasi Inggris (Reform UK Party).

“(Partai) Konservatif kalah dalam pemilu, tetapi (Partai) Buruh belum memenangkannya. (Partai) Buruh mendapatkan suara mayoritas, tetapi mereka tidak berhasil meyakinkan banyak orang untuk memilih mereka,” ujar Profesor John Bryson dari Universitas Birmingham kepada Xinhua.

Banner
Kegagalan pemilihan umum
Rishi Sunak (kanan) meninggalkan tempat setelah menyampaikan pidato perpisahannya di luar Downing Street No.10 di London, Inggris, pada 5 Juli 2024. (Xinhua/Li Ying)

“Artinya, Partai Buruh memenangkan pemilihan umum namun belum memenangkan hati dan pikiran para pemilih Inggris,” kata Bryson.

Mengingat semua tantangan berat di depan, dirinya menyarankan agar Partai Buruh berupaya memenangkan simpati rakyat Inggris sehingga pada pemilu berikutnya, perolehan suara mereka meningkat dan mencerminkan pemerintahan yang lebih mayoritas.

Kegagalan pemilihan umum bagi Partai Konservatif menunjukkan tingkat frustrasi yang dirasakan para pemilih Inggris terhadap kegagalan partai tersebut dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi rakyat biasa, seperti krisis biaya hidup, sistem perawatan kesehatan yang tidak efisien, dan infrastruktur yang rusak.

Partai Konservatif juga mengalami penurunan kepercayaan politik di tengah sejumlah skandal seperti ‘partygate’ di bawah kepemimpinan Boris Johnson serta kontroversi baru-baru ini seputar beberapa pejabat Partai Konservatif, atau juga dikenal sebagai Partai Tory, yang bertaruh tentang tanggal pemilihan.

Ketidakstabilan politik pada musim panas 2022, yang membuat Inggris menyambut dan melengserkan tiga perdana menteri yang berbeda dalam dua bulan, membuat para pemilih khawatir tentang stabilitas dan konsistensi dalam pembuatan kebijakan dan pemerintahan.

Iain Begg, seorang pakar politik dari London School of Economics and Political Science (LSE), mengatakan bahwa pemerintahan yang dipimpin oleh Partai Buruh akan dengan mudah dipandang sebagai “angin segar” setelah 14 tahun pemerintahan Partai Tory.

Banner

Starmer melakukan kampanye dengan tema ‘Perubahan’, berjanji akan membangun kembali Inggris dan memprioritaskan kepentingan para pekerja. Janji utama partainya termasuk memulai pertumbuhan ekonomi, menerapkan aturan pengeluaran pemerintah yang ketat, mempersingkat waktu tunggu di National Health Service (NHS), mempekerjakan ribuan guru tambahan, meningkatkan hukum dan ketertiban di jalan-jalan Inggris, serta memperkuat keamanan perbatasan untuk mengatasi imigrasi ilegal.

Namun, Partai Buruh belum menunjukkan kejelasan tentang bagaimana mereka akan menemukan solusi yang dapat mengatasi tantangan untuk memulai pertumbuhan ekonomi, seperti diperingatkan Begg.

“Ada semacam janji yang terkandung di dalamnya, namun bukan kepastian tentang bagaimana mereka akan mencapainya,” ujarnya.

Seorang perempuan berjalan keluar dari sebuah tempat pemungutan suara usai memberikan suaranya di London, Inggris, pada 4 Juli 2024. (Xinhua/Stephen Chung)

Steve Nolan, seorang dosen ekonomi di Liverpool John Moores University, memiliki kekhawatiran serupa.

“Itu adalah kampanye yang sangat hati-hati yang mereka lakukan. Mereka tidak ingin membuat target apa pun di belakang mereka untuk dimanfaatkan oleh kubu oposisi (Partai) Konservatif. Mereka, dalam banyak hal, tidak bebas dalam hal penggalangan dana. Mereka tidak akan menaikkan satu pun dari tiga pajak besar di Inggris yang menyumbang sekitar dua pertiga pendapatan di Inggris, dan mereka tidak membuat janji-janji besar dalam hal pengeluaran,” ujar Nolan.

“Ini merupakan pertanyaan terbuka mengenai pemerintahan seperti apa yang akan terbentuk nantinya, dan seberapa mampu mereka memenuhi tujuan yang mereka sampaikan,” katanya.

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan