Vaksin semprot hidung AstraZeneca tidak menimbulkan respons imun yang kuat di jaringan mukosa hidung atau di seluruh tubuh sukarelawan dalam uji coba tahap awal, menurunkan kurang dari 1 persen saham perusahaan di London.
Jakarta (Indonesia Window) – Vaksin semprot hidung (nasal spray) buatan AstraZeneca Plc., yang diharapkan menjadi formulasi vaksin COVID-19 yang lebih mudah dan membantu mengekang penularan, harus mengalami kemunduran dalam tes awal pada Senin (10/10).
Vaksin semprot tersebut tidak menimbulkan respons imun yang kuat di jaringan mukosa hidung atau di seluruh tubuh sukarelawan, menurut para peneliti di University of Oxford. Akibat dari hasil tersebut, saham Astra turun kurang dari 1 persen di London.
Pembuat obat asal Inggris tersebut adalah satu dari segelintir perusahaan yang menyelidiki pendekatan tersebut, dengan alasan inokulasi hidung dapat menggagalkan virus pada titik masuknya. Perusahaan farmasi lainnya yang mengupayakan pembuatan produk serupa, termasuk Meissa Vaccines Inc.
Di India dan China, masing-masing ada Bharat Biotech International Ltd. dan CanSino Biologics Inc., yang memiliki produk vaksin hidung (nasal) dan telah mendapat izin sebagai booster (penguat) dari regulator nasional.
Penyelidik utama uji coba Astra, Sandy Douglas, mengatakan kemunduran itu menunjukkan “kemungkinan ada tantangan dalam menjadikan semprotan hidung sebagai pilihan yang andal.”
Vaksin tersebut dipelajari pada 30 orang sebagai imunisasi awal dan pada 12 orang sebagai penerima booster. Data peer-review yang mendukung produk hidung yang disetujui di China dan India belum dirilis, menurut Douglas.
“Kami sangat membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan vaksin yang dapat memblokir penularan virus pandemi pernapasan menggunakan rute pengiriman yang aman dan praktis dalam skala besar,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Andrew Freedman, seorang pembaca penyakit menular di Universitas Cardiff, menyebut hasil uji coba itu mengecewakan, seraya menambahkan bahwa upaya untuk mengembangkan vaksin intranasal yang lebih efektif untuk melindungi dari COVID-19 dan infeksi pernapasan lainnya harus terus dilanjutkan.
Vaksin COVID-19 yang disuntikkan Astra, yang juga dikembangkan bersama para ilmuwan di Institut Jenner Oxford, belum banyak digunakan seperti bidikan RNA kurir dari Moderna Inc. serta kemitraan Pfizer Inc. dan BioNTech SE.
Astra juga membuat Flumist, vaksin flu dalam bentuk nasal spray, yang dipandang sebagai alternatif jarum suntik yang berpotensi memberikan perlindungan di tempat serangan virus, yaitu saluran pernapasan.
Uji coba Oxford, yang didukung oleh Astra dan NIHR Oxford Biomedical Research Centre, dimulai pada pertengahan 2021, berakhir pada 2022 dan tidak mengecualikan peserta berdasarkan infeksi sebelumnya.
Douglas mengatakan bahwa kemungkinan penyebab kegagalan termasuk bahwa vaksin mungkin tertelan dan hancur di perut. Temuan itu dipublikasikan di jurnal akses terbuka eBioMedicine The Lancet, kata pernyataan itu.
Sumber: Bloomberg
Laporan: Redaksi