Iran menandatangani Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) dengan sejumlah kekuatan dunia pada 2015, menyetujui pembatasan aktivitas nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi.
Teheran, Iran (Xinhua/Indonesia Window) – Wakil Presiden Pertama Iran Mohammad Reza Aref pada Senin (9/12) menegaskan komitmen negara itu terhadap negosiasi atas program nuklirnya, tetapi dengan tegas menolak segala bentuk “tuntutan membayar tebusan,” demikian menurut kantor berita resmi Iran, IRNA.
Dalam kunjungan ke Organisasi Energi Atom Iran (Atomic Energy Organization of Iran/AEOI), Aref mengkritik ancaman Barat untuk mengaktifkan mekanisme balasan (snapback mechanism), yang akan mengembalikan penerapan sanksi internasional terhadap Teheran. Dia menekankan fokus Iran pada “interaksi konstruktif” guna mencabut “sanksi yang kejam” sambil terus melanjutkan “kegiatan nuklir yang damai.”
Aref menegaskan lagi kesiapan Iran untuk bergabung kembali dengan Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) 2015 jika pihak-pihak lain juga kembali patuh. Dia menyoroti transparansi Iran dalam kegiatan nuklirnya dan kepatuhannya terhadap kesepakatan perlindungan tersebut, yang memastikan penggunaan bahan dan teknologi nuklir secara damai.
Menolak pernyataan Barat baru-baru ini tentang mekanisme balasan, Aref memperingatkan bahwa tindakan seperti itu hanya akan mengakhiri JCPOA. Dia menambahkan, “Strategi kami adalah membalas aksi dengan aksi.”
Iran menandatangani JCPOA dengan sejumlah kekuatan dunia pada 2015, menyetujui pembatasan aktivitas nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi. Namun pada 2018, Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan tersebut dan kembali memberlakukan sanksi, sehingga memicu Iran untuk mengendurkan komitmennya. Perundingan untuk mengaktifkan kembali JCPOA, yang telah dilakukan sejak 2021, hingga saat ini masih menghadapi kebuntuan.
Laporan: Redaksi