Banner

TikTok gugat pemerintah AS untuk blokir potensi larangan

Logo TikTok terlihat di layar sebuah ponsel pintar di Arlington, Virginia, Amerika Serikat, pada 13 Maret 2024. (Xinhua/Liu Jie)

Larangan terhadap TikTok, dengan alasan kepentingan keamanan nasional yang tidak berdasar karena berkepemilikan China, menuai kritik luas dari berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar AS.

 

Washington, AS (Xinhua) – TikTok, sebuah platform hiburan video daring, dan perusahaan induknya di China, ByteDance, pada Selasa (7/5) mengajukan gugatan hukum terhadap pemerintah Amerika Serikat (AS) atas undang-undang yang memaksa ByteDance menjual aplikasi ultrapopuler tersebut atau menghadapi larangan nasional di AS.

Presiden AS Joe Biden telah menandatangani rancangan undang-undang (RUU) larangan TikTok menjadi undang-undang pada bulan lalu setelah disahkan oleh kedua majelis Kongres AS.

“Kongres telah mengambil langkah yang belum pernah dilakukan sebelumnya dengan secara sengaja mengasingkan dan melarang TikTok: sebuah forum daring aktif untuk ucapan dan ekspresi terlindungi yang digunakan oleh 170 juta warga Amerika untuk membuat, membagikan, dan melihat video melalui Internet,” papar TikTok dalam petisi yang diajukan ke Pengadilan Banding untuk Wilayah Distrik Columbia (Court of Appeals for the District of Columbia Circuit). Dalam petisi tersebut, TikTok menambahkan bahwa “Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Kongres mengesahkan undang-undang yang menyasar satu platform tertentu yang disebutkan secara gamblang dengan larangan yang bersifat permanen dan nasional, serta melarang semua warga Amerika berpartisipasi dalam komunitas daring unik yang memiliki lebih dari 1 miliar pengguna di seluruh dunia.”

TikTok memaparkan di dalam petisinya bahwa undang-undang tersebut, yakni Undang-Undang Perlindungan Warga Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan Pesaing Asing (Protecting Americans from Foreign Adversary Controlled Applications Act), bersifat inkonstitusional.

Banner

“Larangan terhadap TikTok jelas inkonstitusional, bahkan para pendukung undang-undang itu pun mengakui kenyataan itu, dan oleh karenanya berusaha sekuat tenaga untuk menggambarkan undang-undang tersebut bukan sebagai larangan sama sekali, melainkan sekadar peraturan kepemilikan TikTok,” lanjut TikTok.

Undang-undang itu hanya memberi ByteDance waktu 270 hari untuk menjual TikTok kepada pembeli non-China, dengan kemungkinan perpanjangan 90 hari jika presiden AS menganggapnya perlu.

“Namun pada kenyataannya, tidak ada pilihan,” kata TikTok, seraya menyebut “divestasi yang memenuhi syarat” yang diminta oleh undang-undang itu agar TikTok dapat terus beroperasi di AS sama sekali mustahil: tidak secara komersial, tidak secara teknologi, tidak secara hukum.

Larangan terhadap TikTok, dengan alasan kepentingan keamanan nasional yang tidak berdasar karena berkepemilikan China, menuai kritik luas dari berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar AS. Orang-orang mempertanyakan motivasi di balik penindasan Washington terhadap aplikasi populer itu. Kekhawatiran mengenai pelanggaran hak konstitusional dan prinsip persaingan yang sehat juga mengemuka.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan