Sejauh tahun ini, ada lebih dari 16.000 kasus cacar monyet di lebih dari 75 negara, dan lima kematian di Afrika.
Jakarta (Indonesia Window) – Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan pada Sabtu (23/7) bahwa wabah monkey pox atau cacar monyet menyebar dengan cepat dan telah menimbulkan darurat kesehatan global dengan tingkat kewaspadaan tertinggi.
Label WHO yang berbunyi “darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC)”, dirancang untuk memicu respons internasional yang terkoordinasi dan dapat membuka pendanaan untuk berkolaborasi dalam berbagi vaksin dan perawatan.
Anggota komite ahli yang bertemu pada Kamis (21/7) untuk membahas rekomendasi potensial terbagi atas keputusan tersebut, dengan sembilan anggota menentang dan enam mendukung deklarasi itu, mendorong Tedros sendiri untuk memecahkan kebuntuan, katanya kepada wartawan.
“Meskipun saya menyatakan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional, untuk saat ini wabah ini terkonsentrasi di antara pria yang berhubungan seks dengan pria, terutama mereka yang memiliki banyak pasangan seksual,” kata Tedros dalam jumpa pers di Jenewa.
“Stigma dan diskriminasi bisa sama berbahayanya dengan virus apa pun,” tambahnya.
Dia mengatakan risiko cacar monyet – yang menyebar melalui kontak dekat dan cenderung menyebabkan gejala seperti flu dan lesi kulit berisi nanah – menunjukkan tingkat yang moderat secara global, kecuali di Eropa, di mana WHO menganggap risikonya tinggi.
Gedung Putih mengatakan deklarasi itu adalah “seruan untuk bertindak bagi komunitas dunia guna menghentikan penyebaran virus ini.”
Raj Panjabi, direktur kantor kesiapsiagaan pandemik Gedung Putih, mengatakan “tanggapan internasional yang terkoordinasi sangat penting” untuk menghentikan penyebaran penyakit ini dan melindungi masyarakat dengan risiko tertular.
Sebelumnya, Tedros biasanya mendukung rekomendasi komite ahli. Namun, dua sumber mengatakan kepada Reuters pada Sabtu (23/7), bahwa Dirjen WHO kemungkinan telah memutuskan untuk mendukung tingkat siaga tertinggi karena kekhawatiran tentang meningkatnya tingkat kasus dan kekurangan pasokan vaksin dan perawatan.
Sejauh tahun ini, ada lebih dari 16.000 kasus cacar monyet di lebih dari 75 negara, dan lima kematian di Afrika.
Penyakit yang bersumber dari virus ini telah menyebar terutama pada pria yang berhubungan seks dengan pria dalam wabah baru-baru ini, di luar Afrika di mana penyakit itu endemik.
Pakar kesehatan menyambut baik keputusan WHO yang mengeluarkan deklarasi PHEIC yang selama ini hanya diterapkan pada pandemik virus corona dan upaya pemberantasan polio yang terus dilakukan.
“Hasil yang tepat sudah jelas – tidak menyatakan keadaan darurat pada saat ini akan menjadi kesempatan bersejarah yang terlewatkan,” kata Lawrence Gostin, seorang profesor di Georgetown Law di Washington, D.C., menyebut keputusan itu berani secara politis.
Keputusan itu akan membantu menahan penyebaran penyakit menular itu, kata Josie Golding, kepala epidemi dan epidemiologi di Wellcome Trust.
“Kita tidak bisa terus menunggu penyakit meningkat sebelum kita melakukan intervensi,” katanya.
WHO dan pemerintah nasional telah menghadapi tekanan kuat dari para ilmuwan dan pakar kesehatan masyarakat untuk mengambil tindakan lebih lanjut terhadap cacar monyet.
Kasus ini berkembang sejak komite pertama kali bertemu pada akhir Juni, ketika hanya ada sekitar 3.000 kasus.
Pada saat itu, kelompok ahli sepakat untuk mempertimbangkan kembali posisi mereka pada deklarasi darurat jika wabah meningkat.
Salah satu masalah utama yang mendorong penilaian ulang adalah apakah kasus akan menyebar ke kelompok lain, terutama anak-anak atau orang lain yang rentan terhadap virus pada wabah sebelumnya di negara-negara endemik.
Pada hari Jumat (22/7), Amerika Serikat mengidentifikasi dua kasus cacar monyet pertama pada anak-anak.
Pejabat WHO mengatakan pada hari Sabtu (23/7) bahwa mereka sedang menjajaki kemungkinan penyebaran virus melalui mode penularan baru.
Sumber: Reuters
Laporan: Redaksi