Rancangan undang-undang Israel dapat menghalangi Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina di Kawasan Timur Tengah (UNRWA) dalam melanjutkan tugas-tugas esensialnya di Wilayah Palestina yang Diduduki.
PBB (Xinhua/Indonesia Window) – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Selasa (8/10) mengungkapkan “kekhawatiran mendalam” terkait rancangan undang-undang (RUU) Israel yang dapat menghalangi Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina di Kawasan Timur Tengah (UNRWA) dalam melanjutkan tugas-tugas esensialnya di Wilayah Palestina yang Diduduki.
“Di tengah semua pergolakan yang terjadi, UNRWA sangat diperlukan, lebih dari sebelumnya,” tutur Guterres kepada para wartawan di kantor pusat PBB di New York.
Guterres mengatakan bahwa dirinya telah menulis surat secara langsung kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menyampaikan kekhawatirannya terkait RUU tersebut. “RUU tersebut akan menghambat upaya meringankan penderitaan manusia dan ketegangan di Gaza, dan tentu saja, di seluruh Wilayah Palestina yang Diduduki.”
“RUU tersebut akan menjadi malapetaka dalam situasi yang sudah merupakan bencana absolut ini,” ujar Guterres.
Sekjen PBB itu mengatakan bahwa secara operasional, RUU tersebut kemungkinan besar akan menjadi pukulan mengerikan bagi respons kemanusiaan internasional di Gaza, karena kegiatan UNRWA merupakan bagian integral dari respons itu. “Sangat tidak mungkin untuk mengisolasi satu badan PBB dari yang lainnya,” kata Guterres.
Guterres memperingatkan bahwa RUU tersebut akan secara efektif mengakhiri koordinasi untuk melindungi konvoi, kantor, dan tempat-tempat penampungan PBB yang melayani ratusan ribu orang. Tanpa UNRWA, katanya, pengiriman makanan, tempat penampungan, dan perawatan kesehatan bagi sebagian besar penduduk Gaza akan terhenti; sebanyak 660.000 anak-anak di Gaza akan kehilangan satu-satunya entitas yang dapat memulai kembali pendidikan, sehingga akan mempertaruhkan nasib satu generasi; dan banyak layanan kesehatan, pendidikan, serta sosial juga akan berakhir di Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur.
Jika disetujui, RUU tersebut akan sangat bertentangan dengan Piagam PBB dan melanggar kewajiban Israel di bawah hukum internasional, sebut Guterres. Dia menambahkan bahwa “undang-undang nasional tidak dapat mengubah kewajiban tersebut.”
“Dan secara politis, RUU tersebut akan menjadi kemunduran besar bagi upaya perdamaian yang berkelanjutan dan bagi solusi dua negara, sehingga akan semakin meningkatkan ketidakstabilan dan ketidakamanan,” ujar Guterres.
UNRWA didirikan pada Desember 1949 untuk melaksanakan program-program bantuan dan pekerjaan langsung bagi para pengungsi Palestina. Ketika mulai beroperasi pada 1950, UNRWA merespons kebutuhan sekitar 750.000 pengungsi Palestina, dan saat ini, sekitar 5,9 juta pengungsi Palestina memenuhi syarat untuk mendapatkan layanan UNRWA.
Laporan: Redaksi