Banner

Presiden Biden hapus larangan perjalanan dari negara Muslim dan Afrika

Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Rabu (20/1/2021) menandatangani perintah eksekutif (executive order) di Oval Office, mengakhiri larangan perjalanan (travel ban) dari beberapa negara mayoritas Muslim dan Afrika yang diterapkan oleh pemerintahan Donald Trump. (tangkapan layar ABC News/Indonesia Window)

Jakarta (Indonesia Window) – Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Rabu (20/1) mengakhiri larangan perjalanan (travel ban) dari beberapa negara mayoritas Muslim, yang diterapkan oleh pemerintahan pendahulunya, Donald Trump.

Penghapusan tersebut merupakan diantara perintah eksekutif (executive order) yang ditandatangani Biden di Oval Office setelah mengambil sumpah untuk menjadi presiden ke-46 AS.

Dalam proklamasinya, dia mengatakan AS “dibangun di atas dasar kebebasan beragama dan toleransi, sebuah prinsip yang diabadikan” dalam konstitusi negara.

Trump memperkenalkan larangan tersebut pada Maret 2017 dengan perintah eksekutif yang diikuti dengan proklamasi yang menyoroti percobaan masuknya “teroris” atau “ancaman keamanan publik” dalam sebuah langkah untuk mencegah individu memasuki AS dari negara-negara Muslim dan beberapa negara Afrika lainnya.

Travel ban Trump tersebut mencakup larangan masuk ke AS bagi warga negara dari Iran, Libya, Somalia, Suriah, Yaman, Korea Utara, Nigeria, Myanmar, Eritrea, Kyrgyzstan, Sudan dan Tanzania.

Banner

“Keamanan nasional kami akan ditingkatkan dengan mencabut perintah eksekutif dan proklamasi,” kata Biden, memerintahkan semua kedutaan dan konsulat AS untuk melanjutkan pemrosesan visa dengan cara yang konsisten dengan langkah tersebut.

Pembatasan itu “berakar pada permusuhan agama, dan xenofobia,” kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki kepada wartawan pada jumpa pers.

Council on American-Islamic Relations (CAIR) atau Dewan Hubungan Amerika-Islam menyambut baik langkah tersebut, menyebutnya sebagai “langkah pertama yang penting untuk membatalkan kebijakan anti-Muslim dan anti-imigran dari pemerintahan sebelumnya.”

“Ini adalah pemenuhan penting dari janji kampanye kepada komunitas Muslim dan sekutunya,” kata Nihad Awad, kepala organisasi hak-hak sipil Muslim terbesar di AS.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan