Potensi bahaya artificial intelligence juga mencakup kekhawatiran serius terkait informasi yang keliru dan hoaks, mengakarnya bias dan diskriminasi, pengawasan dan pelanggaran privasi, penipuan, serta berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia lainnya.
PBB (Xinhua) – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Kamis (26/10) meluncurkan Badan Penasihat Tingkat Tinggi untuk Kecerdasan Buatan (High-Level Advisory Body on Artificial Intelligence) guna menyempurnakan tata kelola global atas perangkat-perangkat baru yang berkembang pesat itu.
Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dapat mendorong kemajuan luar biasa bagi umat manusia. Pada saat yang sama, AI dapat menimbulkan kerugian, kata sekjen PBB itu pada sebuah acara peluncuran.
Mulai dari memprediksi dan mengatasi krisis hingga meluncurkan layanan kesehatan masyarakat dan layanan pendidikan, AI dapat meningkatkan dan memperkuat upaya pemerintah, masyarakat sipil, dan PBB secara menyeluruh. Potensi transformatif AI untuk kebaikan bahkan sulit dipahami. Selain itu, dunia saat ini juga sangat membutuhkan fasilitator dan akselerator ini, lanjut Guterres.
Mengingat banyak negara sudah merasakan dampak dari krisis iklim, Agenda 2030 berada dalam masalah besar. AI dapat membantu mengubah keadaan. AI dapat mendongkrak aksi iklim dan upaya untuk mencapai 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal/SDG) per 2030, lanjut Guterres.
Namun, semua ini bergantung pada teknologi AI yang dimanfaatkan secara bertanggung jawab dan dapat diakses oleh semua orang, termasuk negara-negara berkembang yang paling membutuhkannya, sebut Guterres.
Saat ini, keahlian di bidang AI terpusat di beberapa perusahaan dan negara saja. Hal ini dapat memperdalam kesenjangan global dan mengubah kesenjangan digital menjadi jurang pemisah. Potensi bahaya artificial intelligence juga mencakup kekhawatiran serius terkait informasi yang keliru dan hoaks, mengakarnya bias dan diskriminasi, pengawasan dan pelanggaran privasi, penipuan, serta berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Tanpa memperhitungkan sejumlah skenario yang membahayakan, sudah jelas bahwa penyalahgunaan AI dapat merusak kepercayaan terhadap institusi, melemahkan kohesi sosial, dan mengancam demokrasi, tuturnya memperingatkan.
“Karena semua alasan ini, saya telah menyerukan pelaksanaan diskusi global, multidisiplin, dan multipihak mengenai tata kelola AI sehingga manfaatnya bagi umat manusia, seluruh umat manusia, dapat dimaksimalkan, dan risiko yang terkandung di dalamnya dapat diredam. Badan penasihat ini adalah titik awal,” sebut Guterres.
Kelompok ini akan bekerja secara mandiri dengan beberapa prinsip dasar sebagai pedoman. Upaya badan penasihat tersebut akan bersifat inklusif dan didasarkan pada nilai-nilai universal yang tercantum dalam Piagam PBB.
Badan penasihat itu akan membuat rekomendasi awal di tiga area per akhir tahun ini, yakni tata kelola AI internasional, pemahaman bersama mengenai risiko dan tantangan, serta fasilitator dan peluang inti untuk memanfaatkan AI guna mempercepat pencapaian SDG, kata Guterres.
Rekomendasi badan penasihat itu akan digunakan dalam persiapan untuk acara Summit of the Future pada September tahun depan, dan khususnya dalam negosiasi seputar usulan Global Digital Compact, imbuhnya.
Laporan: Redaksi