Pemerintah telah memutuskan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 10 persen untuk tahun 2023 dan 2024 untuk rokok guna meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya merokok.
Jakarta (Indonesia Window) – Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok guna meningkatkan edukasi bahaya merokok kepada masyarakat, kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.
Sri Mulyani menyampaikan keputusan tersebut saat memberikan keterangan pers usai mengikuti rapat terbatas (ratas) mengenai kebijakan cukai hasil tembakau tahun 2023 yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Dalam keputusan hari ini, Presiden Joko Widodo telah menyetujui untuk menaikkan cukai rokok sebesar 10 persen untuk tahun 2023 dan 2024, ungkap Menkeu Sri Mulyani.
Dia menjelaskan, kenaikan tarif CHT pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya.
“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM 1 dan 2 yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 persen hingga 11,75 persen; SPM 1 dan SPM 2 naik di 12 persen hingga 11 persen; sedangkan SKT 1, 2, dan 3 naik lima persen. Kenaikan ini akan berlaku untuk tahun 2023, dan untuk tahun 2024 akan diberlakukan kenaikan yang sama,” tandasnya.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa kebijakan kenaikan CHT juga berlaku untuk rokok elektrik.
“Selain kenaikan dari cukai rokok atau hasil tembakau, hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektrik, yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan enam persen untuk HPTL (Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya) dan ini berlaku setiap tahun naik 15 persen selama lima tahun ke depan,” terangnya.
Dalam penetapan CHT, menkeu mengatakan, pemerintah memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.
“Kita menggunakan instrumen cukai di dalam rangka untuk mengendalikan konsumsi dari hasil tembakau, yaitu rokok, terutama untuk menangani prevalensi dari anak-anak usia 10-18 tahun yang merokok, yang di dalam RPJMN ditargetkan harus turun ke 8,7 persen pada tahun 2024,” ucapnya.
Keputusan ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya merokok.
“Saat ini, kita juga akan terus menggunakan instrumen cukai dalam rangka mengendalikan produksi, dan sekaligus juga untuk meningkatkan edukasi dan sosialisasi pada masyarakat mengenai bahaya merokok,” tambahnya.
Meski demikian, lanjut menkeu, pemerintah juga memperhatikan beberapa aspek pada industri rokok yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan tersebut.
“Kita juga memahami bahwa industri rokok memiliki aspek tenaga kerja dan juga dari sisi pertanian, dari sisi hasil tembakau, yang juga harus dipertimbangkan secara proporsional. Selain itu, di dalam penetapan cukai tembakau juga perlu diperhatikan mengenai penanganan rokok ilegal, yang akan semakin meningkat apabila kemudian terjadi perbedaan tarif dan juga meningkatkan dari sisi cukai rokok tersebut,” jelas Sri Mulyani.
Ada tiga aspek yang menjadi bahan pertimbangan pemerintah, yakni penurunan prevalensi anak-anak merokok sebesar 8,7 persen sesuai dengan target RPJMN, konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar di rumah tangga miskin (12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan), serta merokok menjadi salah satu risiko meningkatkan stunting dan kematian.
Lebih lanjut, menkeu menyampaikan bahwa kenaikan cukai hasil tembakau juga bertujuan mengendalikan konsumsi maupun produksi rokok, dengan harapan langkah ini berpengaruh terhadap menurunnya keterjangkauan rokok di masyarakat.
“Pada tahun-tahun sebelumnya, di mana kita menaikkan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok meningkat, sehingga affordability atau keterjangkauan terhadap rokok juga akan makin menurun. Dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun,” ucap Sri Mulyani.
Laporan: Redaksi