Banner

Pemanasan global dorong peningkatan rekor kebakaran besar di Kutub Utara

Foto yang diabadikan pada 2 Februari 2021 ini menunjukkan Aurora Borealis, atau Cahaya Utara (Northern Lights), yang terlihat dari sebuah hotel pohon, yang berlokasi sekitar 150 kilometer sebelah selatan Lingkar Arktik, Swedia utara. (Xinhua/Wei Xuechao)

Kebakaran besar di Arktik (Kutub Utara) Siberia yang tidak biasa tercatat terjadi sepanjang 2019 dan 2020, menghancurkan area yang hampir seluas Belgia (sekitar 30.600 kilometer persegi).

 

Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Pemanasan global saat ini mendorong peningkatan signifikan dalam kebakaran besar (megafires) di Kutub Utara, sebuah laporan terbaru memperingatkan.

Jumlah kebakaran besar di Arktik Siberia yang tidak biasa tercatat terjadi di sepanjang 2019 dan 2020. Pada tahun 2020 saja, kebakaran menghancurkan area yang hampir seluas Belgia (sekitar 30.600 kilometer persegi). Di Arktik Siberia, tingkat kebakaran baru-baru ini melebihi empat dekade terakhir.

Jumlah kebakaran hutan tujuh kali lebih tinggi dari rata-rata sejak tahun 1982, menurut temuan studi yang dilakukan oleh Dewan Riset Nasional Spanyol (CSIC), meningkatkan kekhawatiran dalam komunitas ilmiah karena Arktik memiliki area permafrost yang luas, yakni lapisan bawah tanah yang membeku secara permanen dan mengakumulasi sejumlah besar karbon.

Para penulis menyimpulkan bahwa sementara area yang terbakar pada tahun 2019 dan 2020 dapat menjadi “peristiwa luar biasa”, tren suhu baru-baru ini dan skenario yang diproyeksikan menunjukkan bahwa pada akhir abad ke-21, “kebakaran besar seperti pada tahun 2019 dan 2020 akan sering terjadi jika suhu terus meningkat pada tingkat saat ini.”

Banner

“Pada tahun 2020 saja… 423 kebakaran terdeteksi di Arktik Siberia, yang membakar sekitar 3 juta hektar (luas hampir seluas seluruh Belgia) dan menyebabkan emisi setara dengan 256 juta ton CO2,” kata salah satu penulis studi tersebut, Adria Descals, dalam sebuah pernyataan.

Angka 256 juta ton karbondioksida yang dilepaskan itu serupa dengan emisi tahunan di Spanyol.

Descals menambahkan bahwa “dengan pemanasan di masa depan, kebakaran besar ini akan berulang pada akhir abad ini dan akan memiliki implikasi yang berbeda, baik untuk Kutub Utara maupun untuk iklim global.”

“Suhu mencapai ambang kritis di mana peningkatan kecil di atas rata-rata musim panas 10 derajat Celsius dapat secara eksponensial meningkatkan area yang terbakar dan emisi terkait,” jelas rekan penulis studi dan ilmuwan CSIC Josep Peñuelas.

Suhu rata-rata musim panas 2020 – yaitu 11,35 derajat – akan sangat umum di paruh kedua abad ini jika pemanasan Arktik berlanjut pada tingkat yang sama,” tambah para peneliti.

“Anomali suhu ini meningkatkan faktor risiko kebakaran, sehingga kondisi yang menyebabkan kebakaran 2019 dan 2020 akan berulang di Kutub Utara pada akhir abad ini.”

Banner

Salah satu konsekuensi utama lainnya dari kenaikan suhu ini adalah peningkatan badai dan kilat – keduanya cukup jarang terjadi di wilayah Arktik hingga sekarang.

“Kami mendeteksi kebakaran di atas paralel utara ke-72, lebih dari 600 kilometer utara Lingkaran Arktik, di mana kebakaran tidak biasa dan di mana es musim dingin masih terlihat pada saat terbakar,” kata Descals.

“Banyak kebakaran terdeteksi dengan perbedaan beberapa hari, jadi kami berhipotesis bahwa peningkatan badai petir dan kilat adalah penyebab utama kebakaran, meskipun penyelidikan lebih lanjut akan diperlukan untuk menunjukkan seberapa besar aktivitas manusia dapat mempengaruhi musim kebakaran di wilayah terpencil ini.”

“Oleh karena itu, pemanasan iklim memiliki efek ganda pada risiko kebakaran dengan meningkatkan kerentanan vegetasi dan lahan gambut terhadap kebakaran dan, di sisi lain, meningkatkan jumlah penyalaan yang disebabkan oleh badai petir,” jelas Descals.

Studi tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal Science, muncul saat konferensi iklim PBB COP27 digelar di kota pesisir Mesir Sharm el-Sheikh. KTT yang dimulai pada Ahad (6/11) hingga 18 November tersebut menyatukan para ahli tingkat tinggi, pejabat pemerintah, kepala negara dan pembuat keputusan utama dari lebih dari 190 negara untuk mengatasi ancaman yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.

Sumber: Al Arabiya English

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan