China kecewa dengan veto AS terhadap resolusi gencatan senjata di Gaza

Seorang pria mendekap jenazah korban di sebuah rumah sakit di Kota Deir el-Balah, Jalur Gaza tengah, pada 11 Desember 2023. Kementerian Kesehatan di Gaza pada Senin (11/12) mengumumkan bahwa jumlah kematian warga Palestina di Jalur Gaza telah menembus 18.000 akibat konflik Hamas-Israel yang pecah sejak 7 Oktober lalu. (Xinhua)

Dewan Keamanan PBB pada 8 Desember melakukan pemungutan suara mengenai resolusi gencatan senjata yang dirancang oleh Uni Emirat Arab (UEA), namun resolusi tersebut tidak diadopsi karena adanya veto dari Amerika Serikat.

 

Beijing, China (Xinhua) – Juru bicara (jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China menyatakan penyesalan dan kekecewaan negaranya atas veto Amerika Serikat (AS) terhadap resolusi baru-baru ini yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza.

Pada 8 Desember, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan pemungutan suara mengenai resolusi gencatan senjata yang dirancang oleh Uni Emirat Arab (UEA), namun resolusi tersebut tidak diadopsi karena adanya veto dari Amerika Serikat.

Ketika dimintai komentar, juru bicara Mao Ning mengatakan dalam sebuah konferensi pers harian bahwa hampir 20.000 warga sipil telah terbunuh dan lebih dari satu juta penduduk terpaksa mengungsi dalam dua bulan terakhir sejak awal pecahnya kekerasan dalam konflik Palestina-Israel saat ini.

“Gencatan senjata dan mengakhiri permusuhan kini merupakan prioritas utama dan mencerminkan aspirasi internasional yang luas,” katanya.

Dewan Keamanan PBB
Orang-orang melakukan upaya penyelamatan pascaserangan udara Israel di kamp pengungsi Maghazi, Jalur Gaza tengah, pada 11 Desember 2023. Kementerian Kesehatan di Gaza pada Senin (11/12) mengumumkan bahwa jumlah warga Palestina yang tewas di Jalur Gaza telah melampaui 18.000 orang akibat konflik Hamas-Israel sejak 7 Oktober. (Xinhua)

Hampir 100 negara, termasuk China, ikut mensponsori rancangan resolusi yang diajukan oleh UEA, mewakili negara-negara Arab, ungkap Mao, seraya menyebutkan bahwa China menyesal dan kecewa dengan veto AS, yang merupakan satu-satunya veto terhadap resolusi tersebut.

Juru bicara itu menyebutkan bahwa membiarkan konflik berlanjut berarti membiarkan lebih banyak korban sipil dan bencana kemanusiaan yang lebih besar, serta akan menabur lebih banyak benih kebencian.

“Mengenai isu perang dan perdamaian, hidup dan mati, negara-negara besar yang memiliki pengaruh perlu memainkan peran konstruktif dalam membantu mengakhiri konflik, melakukan upaya terbaik untuk menghindari korban sipil, serta berdiri di sisi perdamaian dan sisi kehidupan,” imbuh Mao.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan