Jakarta (Indonesia Window) – ‘Diplomasi vaksin’ yang dijalankan oleh China dan telah menjadi inti kebijakan luar negerinya pada 2021, dapat menghambat upaya Taiwan untuk membangun hubungan dengan negara-negara berkembang, menurut seorang ahli pada organisasi think tank di Taipei.
“China, sebagai salah satu dari sedikit negara selain Inggris dan Amerika Serikat yang telah memproduksi vaksin COVID-19, pasti akan menggunakannya sebagai alat diplomatik,” kata Kung Shan-son, asisten research fellow di Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional (INDSR) yang didanai pemerintah, menurut Kantor Berita CNA.
Tujuan utama Beijing dalam ‘diplomasi vaksin’ adalah mempromosikan citra nasionalnya melalui bantuan kemanusiaan dan untuk memperkuat hubungannya dengan negara-negara yang termasuk dalam inisiatif ‘Sabuk dan Jalan’ (Belt and Road), tulis Kung dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada 5 Maret di majalah dua pekanan Keamanan Pertahanan, INDSR.
‘Diplomasi vaksin’ Beijing, yang ditujukan terutama untuk negara-negara berkembang, dapat berdampak negatif terhadap Kebijakan Baru Arah Selatan (New Southbound Policy) Taiwan, yang diperkenalkan pada 2016 oleh pemerintahan Presiden Tsai Ing-wen gunamengurangi ketergantungan Taiwan pada China, kata Kung.
“Filipina, Myanmar, Kamboja dan Laos adalah beberapa negara yang termasuk dalam New Southbound Policy yang juga menjadi sasaran Beijing dalam diplomasi vaksinnya,” tulis Kung.
Negara-negara yang menerima pasokan vaksin dari China akan merasa tertekan dalam keterlibatan mereka dengan Taiwan, yang dianggap oleh China sebagai salah satu provinsinya, kata Kung dalam artikel berjudul ‘Pandangan Kerja PKC (Partai Komunis China) Terkait Luar Negeri di 2021’.
Menurut media China, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan pada 4 Februari bahwa Beijing akan memberikan 10 juta dosis vaksin untuk Akses Global Vaksin COVID-19 (COVAX) guna memenuhi kebutuhan mendesak di negara-negara berkembang.
COVAX adalah inisiatif global yang bertujuan menyediakan akses yang adil ke vaksin COVID-19, yang dipimpin oleh Vaccine Alliance, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi, dan badan/organisasi lainnya.
Pada akhir Februari, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan China mengekspor vaksin COVID-19 ke 27 negara dan memberikan bantuan vaksin ke 53 negara yang membutuhkan, sebagai bagian dari upaya Beijing untuk “menindaklanjuti janji bahwa vaksin harus menjadi barang publik global”.
Menurut Kung, upaya eksternal Beijing pada 2021 juga akan mencakup pemulihan ekonomi, integrasi kawasan, dan masalah global seperti perubahan iklim dan kesehatan masyarakat.
Beijing juga kemungkinan akan berupaya mengatasi tantangan baru dalam hubungannya dengan Amerika Serikat dan membangun hubungannya dengan Rusia.
Tahun ini China merayakan peringatan ke-20 hubungan persahabatan dan perjanjian kerja sama dengan Rusia, kata Kung.
Laporan: Redaksi