Kendaraan terbang bionik yang dikembangkan oleh Northwestern Polytechnical University itu meniru kepakan sayap burung dan memiliki potensi untuk melakukan penerbangan jarak jauh.
Beijing, China (Xinhua) – Sebuah universitas di China berhasil mengembangkan kendaraan terbang bionik dengan durasi terbang selama 123 menit tanpa jeda.
Kendaraan terbang bionik yang dikembangkan oleh Northwestern Polytechnical University itu meniru kepakan sayap burung dan memiliki potensi untuk melakukan penerbangan jarak jauh.
Kendaraan itu dapat diluncurkan menggunakan tangan dan mampu meluncur ke darat dengan mobilitas tinggi, menurut pihak universitas.
Kendaraan itu menyelesaikan lebih dari 3.000 misi penerbangan di lebih dari 20 wilayah di seluruh China pada ketinggian maksimum 4.300 meter di atas permukaan laut, kata universitas tersebut. Disebutkan pula bahwa kendaraan itu mampu terbang di suhu antara minus 10 derajat Celsius hingga 40 derajat Celsius dengan embusan angin sedang, serta di tengah hujan ringan dan salju.
Para peneliti dari universitas itu mengembangkan berbagai kendaraan terbang bionik selama 20 tahun terakhir dan mendapatkan lebih dari 100 paten resmi untuk penemuan mereka.
Rekor terbang ornithopter
Sebelumnya, para peneliti dan mahasiswa dari Universitas Beihang China memecahkan rekor Guinness untuk durasi penerbangan terlama sebuah ornithopter, pesawat nirawak yang terbang dengan mengepakkan sayap mekanisnya.
Dengan mesin yang menyerupai burung, pesawat nirawak itu terbang selama 1 jam 30 menit dan 4,98 detik tanpa jeda.
Sebuah video menunjukkan momen penerbangan (single charge) yang memecahkan rekor itu, yang dilakukan di sebuah lapangan terbuka di Beijing pada 21 Juli.
Durasi terbang ornithopter di seluruh dunia sebelumnya cenderung singkat, dengan sebagian besar hanya mampu bertahan selama sekitar setengah jam, jauh lebih singkat dibanding berbagai jenis pesawat konvensional lainnya, sehingga rekor dunia pun belum tercipta, papar Zhao Longfei, associate researcher di Institut Penelitian Ilmu Pengetahuan Baru Universitas Beihang sekaligus salah satu anggota tim peneliti.
Ditenagai oleh baterai lithium-ion, flapper drone itu memiliki bobot 1,6 kilogram, lebar rentangan sayap 2 meter, dan mampu terbang dengan kecepatan 10 meter per detik.
Ornithopter meniru kepakan sayap burung, kelelawar, dan serangga. Pesawat nirawak itu memiliki potensi aplikasi di banyak bidang, antara lain eksplorasi Mars, pengusiran burung di bandara, dan studi pesawat near-space, kata Zhao.
Laporan: Redaksi