Tingkat serapan karbon pohon cemara China menunjukkan peningkatan secara keseluruhan pada dua interval usia pertama yaitu 5-10 dan 10-15 tahun, yang mencapai puncaknya pada interval usia 15-20 tahun, dan kemudian menurun pada interval usia 20-30 dan 30-60 tahun.
Beijing, China (Xinhua) – Sebuah studi baru mengungkap bahwa pohon cemara China, spesies yang banyak digunakan untuk program penghijauan di China selatan, memiliki tingkat serapan karbon paling tinggi di usia pertengahannya, memberikan pencerahan untuk aksi mitigasi perubahan iklim, menurut China Science Daily.
Pohon cemara China, atau Cunninghamia lanceolata, merupakan pohon konifer khas yang penting di China selatan. Namun, hubungan antara kapasitas serapan karbon hutan pohon cemara China dan usianya masih belum jelas hingga saat ini.
Tim peneliti dari Kebun Raya China Selatan (South China Botanical Garden) yang berada di bawah naungan Akademi Ilmu Pengetahuan China memilih sebuah pertanian hutan di Provinsi Guangdong, China selatan, dan mengumpulkan data tentang kapasitas simpanan dan serapan karbon pohon cemara China pada usia lima, 10, 15, 20, 30, dan 60 tahun.
Hasil studi itu menunjukkan bahwa cadangan karbon pada pohon, tumbuhan bawah (understory), vegetasi, serasah, tanah, dan ekosistem meningkat signifikan seiring dengan bertambahnya usia hutan. Total cadangan karbon ekosistem meningkat dari 129,11 megagram per hektare pada usia lima tahun menjadi 348,43 pada usia 60 tahun.
Tingkat serapan karbon pohon cemara China menunjukkan peningkatan secara keseluruhan pada dua interval usia pertama yaitu 5-10 dan 10-15 tahun, yang mencapai puncaknya pada interval usia 15-20 tahun, dan kemudian menurun pada interval usia 20-30 dan 30-60 tahun.
Studi tersebut mengungkapkan bahwa tingkat serapan karbon dari pohon cemara China bergantung pada usia, dengan tingkat tertinggi terjadi pada usia pertengahan 15 hingga 20 tahun.
Menurut Liu Juxiu, peneliti utama studi itu, temuan-temuan tersebut dapat berguna untuk aksi mitigasi perubahan iklim dan program penghijauan nasional.
Studi tersebut diterbitkan dalam jurnal Science of the Total Environment.
Laporan: Redaksi