Jakarta (Indonesia Window) – Sementara film-film Hollywood selama ini meyakinkan para penonton bahwa dinosaurus punah karena hantaman asteroid, sebuah studi baru mengungkapkan komet yang melaju kencang lebih sangat mungkin telah menyebabkan salah satu peristiwa paling mematikan dalam sejarah.
Para peneliti dari Pusat Astrofisika Harvard dan Smithsonian mengatakan sebuah komet besar kemungkinan berputar di sekitar tata surya, lalu jatuh seperti pecahan peluru ke Bumi, memusnahkan dinosaurus pada 66 juta tahun lalu.
Peneliti Harvard mengatakan komet ini kemungkinan lebarnya puluhan mil dan berasal dari puing-puing bola es di tepi tata surya.
Tidak seperti asteroid yang terdiri dari batuan dan logam, komet adalah bola batu dan es yang memiliki ekor terkenal.
Namun, medan gravitasi Jupiter dapat membuat bola salju raksasa tersebut keluar jalur dan berpotensi mengubahnya menjadi proyektil yang mematikan.
Batu luar angkasa pembunuh dinosaurus, penabrak Chicxulub, meninggalkan kawah di lepas pantai Meksiko yang membentang sejauh 93 mil (149,7 kilometer) dan mencapai kedalaman 12 mil (19,3 kilometer).
Hantaman tersebut mengakhiri kehidupan dinosaurus dan memusnahkan hampir 75 persen spesies hewan dan tumbuhan yang hidup di Bumi.
Tim berteori bahwa saat komet mengepung mengelilingi matahari, gaya gravitasi merobek sisi batu yang paling dekat dengan matahari.
Gaya pasang surut itu menghancurkan potongan-potongan batu, mengirimkannya seperti pecahan peluru melalui tata surya.
Penulis studi mengatakan pendapat tersebut mengakhiri teori populer bahwa penabrak Chicxulub berasal dari sabuk asteroid yang terletak di antara Jupiter dan Mars.
“Tata surya bertindak sebagai semacam mesin pinball,” kata mahasiswa astrofisika Amir Siraj dalam rilis universitas. “Jupiter, planet paling masif, menendang komet-komet berperiode panjang yang masuk ke dalam orbit yang membuat mereka sangat dekat dengan matahari.”
Karena itu, komet berperioda panjang yang membutuhkan waktu lebih dari 200 tahun untuk mengorbit matahari disebut pemakan matahari, tambah Siraj.
“Dalam peristiwa penggembalaan matahari, bagian komet yang lebih dekat ke matahari merasakan tarikan gravitasi yang lebih kuat daripada bagian yang lebih jauh, sehingga menghasilkan gaya pasang surut di seluruh objek. Anda bisa mendapatkan apa yang disebut peristiwa gangguan pasang surut, di mana komet besar pecah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil. Dan yang terpenting, dalam perjalanan kembali ke awan Oort, ada kemungkinan yang meningkat bahwa salah satu fragmen ini menghantam Bumi,” jelasnya.
Oort adalah awan berbentuk bola yang sangat besar yang berada di area paling luar tata surya.
Perhitungan dari Profesor Avi Loeb dan teori Siraj menunjukkan bahwa kemungkinan komet berperiode panjang berdampak pada Bumi meningkat dengan faktor 10.
Sekitar 20 persen komet berperiode panjang menjadi penggembala matahari.
Penemuan tersebut dipublikasikan di jurnal Scientific Reports.
Laporan: Redaksi
Sumber: studyfinds.org