Banner

China desak AS berhenti manfaatkan Filipina sebagai pion destabilisasi Laut China Selatan

Kapal perusak berpeluru kendali Jiaozuo dari armada ke-46 Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (People’s Liberation Army/PLA) China meninggalkan sebuah pelabuhan militer di Zhanjiang, Provinsi Guangdong, China selatan, pada 21 Februari 2024. Armada ke-46 Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China pada Rabu (21/2) berlayar dari sebuah pelabuhan militer di kota pesisir Zhanjiang di Provinsi Guangdong, China selatan, untuk mengambil alih misi pengawalan armada angkatan laut ke-45 di Teluk Aden dan perairan Somalia. (Xinhua/Yang Jie)

Ren’ai Jiao merupakan isu bilateral antara China dan Filipina, sehingga AS atau pihak ketiga mana pun tidak boleh mengeksploitasi masalah itu untuk menabur benih perselisihan, apalagi melakukan intervensi.

 

Beijing, China (Xinhua) – China mendesak Amerika Serikat (AS) agar berhenti memanfaatkan Filipina sebagai pion untuk mendestabilisasi Laut China Selatan. Filipina juga harus menolak untuk dimanipulasi oleh AS, ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning pada Rabu (6/3).

Juru bicara tersebut mengatakan hal itu dalam sebuah konferensi pers harian saat menjawab pertanyaan perihal pernyataan tidak pantas yang dilontarkan oleh pihak AS terkait insiden tabrakan antara kapal China dan Filipina di Laut China Selatan.

Mao menyatakan bahwa Ren’ai Jiao merupakan bagian dari Nansha Qundao China. China memiliki kedaulatan yang tidak terbantahkan atas Nansha Qundao dan wilayah perairan di sekitarnya, termasuk Ren’ai Jiao. Hal ini telah ditetapkan dalam rentang sejarah yang panjang, dan sesuai dengan hukum internasional, termasuk Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pasukan Penjaga Pantai China telah mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang diperlukan dan sesuai dengan hukum terhadap pelanggaran dan tindakan provokatif yang dilakukan oleh kapal-kapal Filipina di Ren’ai Jiao. Langkah-langkah itu dibenarkan, sesuai dengan hukum, profesionalisme, tidak berlebihan, dan tidak bersalah, kata Mao.

“Siapa pembuat onar yang melakukan provokasi di balik insiden ini? Siapa yang melanggar hukum internasional dan membahayakan perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan? Fakta dan kebenarannya sangat jelas,” tutur Mao.

Departemen Luar Negeri AS yang mengabaikan fakta dan mengaburkan hal yang benar dengan yang salah telah melakukan serangan tidak berdasar terhadap tindakan China yang sah dan sesuai hukum dalam melindungi hak-haknya. AS secara sewenang-wenang mengancam China dengan memanfaatkan Perjanjian Pertahanan Bersama AS-Filipina untuk memberanikan dan mendukung tindakan pelanggaran dan provokasi Filipina. China secara tegas menentang hal itu, ujar Mao.

Apa yang disebut sebagai putusan arbitrase perihal sengketa Laut China Selatan yang dipandang oleh Filipina dan segelintir negara sebagai tolok ukur tersebut bertentangan dengan hukum internasional termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut, dan hal itu sepenuhnya ilegal, dan batal demi hukum, papar Mao.

Ren’ai Jiao merupakan isu bilateral antara China dan Filipina. AS atau pihak ketiga mana pun tidak boleh mengeksploitasi isu itu untuk menabur benih perselisihan, apalagi melakukan intervensi. China memiliki tekad dan keinginan yang tidak tergoyahkan dalam melindungi hak-hak sahnya. Upaya Filipina dalam melakukan pelanggaran dan provokasi tidak akan berhasil, demikian ditekankan oleh Mao.

Mao mendesak AS agar berhenti memanfaatkan Filipina sebagai pion untuk mendestabilisasi Laut China Selatan. “Filipina juga harus menolak untuk dimanipulasi oleh AS. Berbagai pelajaran sejarah mengajarkan kita bahwa sebuah pion pada akhirnya akan diabaikan,” tuturnya.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan