Banner

Fokus Berita – Menguak kampanye disinformasi rahasia Pentagon terhadap vaksin COVID-19 China

Seorang staf mengangkut kargo yang berisi vaksin Sinovac di Pasay City, Filipina, pada 24 Oktober 2021. (Xinhua/Rouelle Umali)

Propaganda rahasia anti-China mengungkap “kesediaan dan aksi yang disengaja dari pihak AS untuk memanipulasi opini publik dan hubungan internasional demi keuntungan strategis dan geopolitik.”

 

Beijing, China (Xinhua) – Saat puncak pandemik COVID-19, tampaknya Amerika lebih fokus melancarkan program rahasia untuk mendiskreditkan vaksin-vaksin China dan pasokan medis penyelamat nyawa lainnya, alih-alih membantu dunia memerangi virus yang mematikan tersebut.

Investigasi Reuters baru-baru ini menemukan bahwa militer Amerika Serikat (AS) meluncurkan kampanye disinformasi rahasia untuk mendiskreditkan vaksin China di Filipina, negara yang terkena dampak parah oleh COVID-19.

Temuan ini memicu kecaman luas dari kalangan ahli kesehatan masyarakat terhadap skema AS. Sejumlah mantan pejabat intelijen AS bahkan turut mengecam kampanye disinformasi tersebut.

Apa yang dilakukan oleh Pentagon telah “melewati batas,” ujar Greg Treverton, mantan ketua Dewan Intelijen Nasional AS.

“Upaya menghancurkan China”

Vaksin Sinovac buatan China, satu-satunya jenis yang tersedia di Filipina selama puncak pandemik COVID-19, berulang kali tercoreng oleh program Pentagon itu.

Reuters melaporkan bahwa pihaknya mengidentifikasi setidaknya 300 akun di platform media sosial X, yang sebelumnya bernama Twitter, yang cocok dengan deskripsi yang dibagikan oleh mantan pejabat militer AS yang mengetahui tentang operasi di Filipina itu.

Hampir seluruh akun tersebut dibuat pada musim panas 2020 dan berfokus pada slogan #Chinaangvirus, yang berarti “China adalah virus” dalam bahasa Tagalog, bahasa utama di Filipina.

“Kami tidak melihat hal ini dari perspektif kesehatan masyarakat,” kata seorang perwira militer senior yang terlibat dalam program itu sebagaimana dikutip oleh Reuters. “Kami melihat bagaimana kami dapat menghancurkan China.”

Akibat kampanye disinformasi tersebut, tingkat vaksinasi di Filipina masih sangat rendah. Pada Juni 2021, presiden Filipina saat itu, Rodrigo Duterte, melalui televisi mengimbau masyarakat untuk mendapatkan vaksinasi.

Pada saat itu, hanya sekitar 2,1 juta dari 114 juta penduduk Filipina yang telah menerima vaksinasi lengkap, jauh di bawah target 70 juta untuk tahun itu.

“Lebih dari 60.000 warga Filipina meninggal dunia, dan banyak dari mereka seharusnya selamat jika tidak ada kampanye disinformasi terhadap vaksin Sinovac,” ujar mantan juru bicara kepresidenan Filipina, Harry Roque, di media sosialnya.

Cho-Chiong Tan, seorang dokter sekaligus associate professor di Institut Kedokteran Far Eastern University, mengatakan bahwa laporan Reuters itu “mengejutkan seluruh Filipina.”

“Fitnah jahat dari AS secara serius merugikan kesehatan rakyat Filipina dan menghambat upaya Filipina untuk memerangi COVID-19,” kata Tan, seraya menambahkan bahwa ketidakpercayaan dan kepanikan seputar keamanan vaksin menyebabkan beberapa orang tidak melakukan vaksinasi, sehingga meningkatkan risiko tertular virus.

“Praktik-praktik AS tidak hanya merugikan kepentingan rakyat Filipina, tetapi juga membahayakan kesehatan masyarakat global dan kesejahteraan seluruh umat manusia,” imbuhnya.

“Saya rasa itu tidak dapat dibenarkan. Saya sangat geram, kecewa, dan menyesal mendengar bahwa pemerintah AS melakukan tindakan tersebut,” kata Daniel Lucey, seorang spesialis penyakit menular di Fakultas Kedokteran Geisel Dartmouth.

Vaksin yang aman dan tepercaya

China telah memperoleh pengakuan global atas perjuangannya melawan pandemik lewat penyediaan vaksin Sinovac dan barang publik lainnya kepada dunia.

Sejumlah studi telah membuktikan imunogenisitas dan keamanan vaksin Sinovac, ujar juru bicara Sinovac Yuan Youwei, sembari menambahkan bahwa vaksin COVID-19 tersebut telah mengantongi izin untuk digunakan di 60 lebih negara, kawasan, dan organisasi internasional.

Vaksin Sinovac aman dan efektif dalam mencegah penyakit parah dan kematian akibat COVID-19, demikian disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada Xinhua melalui sebuah pernyataan tertulis.

“Disinformasi, atau manipulasi informasi dengan maksud untuk menipu dan menimbulkan kerugian, merupakan ancaman kesehatan yang besar saat ini,” kata badan kesehatan yang berbasis di Jenewa itu memperingatkan.

Ramy Pulayd, seorang warga Filipina berusia 29 tahun, mengatakan dia mendapatkan dua dosis vaksin COVID-19 Sinovac China selama masa sulit itu.

Ketika virus tersebut menyebabkan gangguan yang meluas di seluruh Filipina, “China datang dan membantu kami,” katanya, seraya menambahkan bahwa saudara laki-laki dan saudari perempuannya juga telah divaksinasi.

“Kami percaya China dan vaksinnya dapat diandalkan,” ujar Pulayd.

Bahkan, banyak negara, terutama negara-negara berkembang, menyambut baik vaksin China saat pandemik. Presiden Serbia Aleksandar Vucic secara pribadi telah menunggu pengiriman dosis vaksin di bandar udara Beograd, dan menyampaikan rasa terima kasihnya kepada China.

Sementara itu, Amerika Serikat tidak memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang ketika mereka sangat membutuhkan vaksin.

“Kami tidak melakukan pekerjaan dengan baik dalam berbagi vaksin dengan para mitra,” ujar seorang perwira senior militer AS yang terlibat langsung dalam kampanye tersebut, seperti dikutip oleh Reuters. “Jadi yang bisa kami lakukan adalah menjelek-jelekkan China.”

Propaganda rahasia anti-China
Foto yang diabadikan pada 22 Mei 2024 ini menunjukkan Gedung Putih di Washington DC, Amerika Serikat. (Xinhua/Liu Jie)

Motif geopolitik Washington terungkap

Banyak pakar telah menunjukkan bahwa Amerika berupaya mempertahankan hegemoninya dan menghambat pembangunan China dengan narasi palsu, manipulasi opini publik, dan kebohongan yang tak terhitung jumlahnya. Kampanye AS untuk mendiskreditkan vaksin China tidak didasarkan pada bukti ilmiah melainkan didasarkan pada motif geopolitik dan keuntungan strategis.

Anna Malindog-Uy, wakil presiden wadah pemikir (think tank) Asian Century Philippines Strategic Studies Institute yang berbasis di Manila, mengatakan kepada Xinhua bahwa “operasi rahasia Washington yang merusak upaya Beijing untuk membantu Filipina dan rakyat Filipina dalam memerangi pandemi COVID-19 menimbulkan kekhawatiran dan pertanyaan etis dan strategis yang signifikan.”

“Mendiskreditkan vaksin berdasarkan motif geopolitik alih-alih berdasarkan bukti ilmiah merusak upaya kolektif yang diperlukan untuk memerangi pandemi,” ungkap sang pakar.

Propaganda rahasia anti-China mengungkap “kesediaan dan aksi yang disengaja dari pihak AS untuk memanipulasi opini publik dan hubungan internasional demi keuntungan strategis dan geopolitik,” tutur Malindog-Uy, seraya menambahkan bahwa AS juga menyebarkan disinformasi untuk mencemarkan nama baik China di bidang-bidang lain seperti Laut China Selatan, guna menabur perselisihan antara China dan negara-negara lain.

“Ini memang merupakan manifestasi dari fiksasi AS terhadap hegemoni global,” katanya.

Bahkan, kampanye disinformasi bukanlah kali pertama Negeri Paman Sam melakukan trik kotor. Reuters melaporkan pada Maret bahwa mantan Presiden AS Donald Trump memberi wewenang kepada Badan Intelijen Pusat pada 2019 untuk meluncurkan kampanye rahasia terkait media sosial China yang bertujuan untuk mengubah opini publik di China agar menentang pemerintahnya.

Pemerintah AS adalah penyebar disinformasi terbesar, ungkap Senator AS dari Partai Republik Rand Paul.

Langkah kotor Amerika berdampak buruk bagi Filipina. Vaksinasi merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan jutaan warga Filipina dan Reuters melaporkan bahwa kesulitan dalam memvaksinasi masyarakat berkontribusi pada tingkat kematian terburuk di kawasan tersebut.

Demi keuntungan pribadi yang egois, Washington tidak pernah ragu mengorbankan sekutunya. Seperti yang dikemukakan oleh sejarawan Inggris-Amerika Bernard Lewis dalam bukunya “Notes on a Century: Reflections of a Middle East Historian”, masalah sebenarnya dari menjadikan Amerika sebagai sekutu adalah Anda tidak pernah tahu kapan mereka akan berbalik dan menikam Anda dari belakang.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan