Banner

Fokus Berita –Warga Gaza menanti progres perundingan gencatan senjata di Mesir dalam kelelahan parah

Anak-anak pengungsi Palestina terlihat mengambil air di sebuah tempat penampungan sementara di Deir al-Balah, Jalur Gaza tengah, pada 23 September 2025. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Perundingan gencatan senjata komprehensif di Mesir menjadi kesempatan terakhir untuk mengakhiri penderitaan warga Gaza.

 

Gaza, Palestina (Xinhua/Indonesia Window) – Warga Jalur Gaza sedang mengamati perkembangan terbaru dengan saksama usai delegasi Palestina dan Israel tiba di kota resor Sharm El Sheikh di Mesir dalam upaya terbaru untuk mencapai gencatan senjata komprehensif setelah perang selama hampir dua tahun.

Di jalanan Gaza, suasana dipenuhi dengan antisipasi yang sarat kelelahan. Banyak warga menggambarkan perundingan tersebut sebagai kesempatan terakhir untuk mengakhiri penderitaan mereka.

“Kami lelah dengan perang berkepanjangan yang telah menghancurkan rumah, rumah sakit, dan sekolah, hingga tak ada lagi tempat yang aman bagi siapa pun,” ujar Ismail Abu Shar, seorang warga Deir al-Balah, Gaza tengah. “Bahkan, anak-anak tak lagi mengenal makna ketenangan atau tidur tanpa rasa takut.”

Seperti warga lainnya di wilayah kantong tersebut, Abu Shar menuturkan bahwa daerahnya selama berbulan-bulan telah melewati pengeboman serta runtuhnya layanan mendasar, seperti listrik, air bersih, dan bahan bakar. “Hidup telah menjadi perjuangan sehari-hari,” ujarnya. “Masyarakat menantikan kabar berakhirnya perang layaknya orang tenggelam yang menunggu pelampung penyelamat.”

Banner

Meski perundingan tengah berlangsung, serangan udara Israel masih berlanjut dalam beberapa jam terakhir. Otoritas kesehatan Gaza pada Senin (6/10) melaporkan bahwa 21 orang tewas sementara 96 lainnya luka-luka dalam 24 jam terakhir. Banyak korban lainnya masih terperangkap di bawah reruntuhan, tidak dapat dijangkau oleh tim penyelamat.

Menurut otoritas, perang kali ini telah menewaskan 67.160 warga Palestina dan melukai lebih dari 169.000 lainnya sejak meletus pada 7 Oktober 2023. Sejak pertengahan Maret saja, lebih dari 13.500 orang tewas.

Di Gaza City, Ahmed Abdel Aal, yang saat ini mengungsi ke Deir al-Balah, menggambarkan besarnya dampak konflik tersebut. “Hampir setiap keluarga kehilangan anggota keluarganya. Dan, kami semua kehilangan kerabat atau teman,” tuturnya. “Masyarakat mengamati berita negosiasi di Mesir dari menit ke menit, berharap ada hasil nyata yang dapat mengakhiri pertumpahan darah. Kami ingin pulang ke rumah kami dan hidup damai, agar anak-anak kami bisa tumbuh tanpa rasa takut.”

Di Khan Younis, Gaza selatan, seorang warga bernama Mohammed Rabie menyuarakan tuntutan serupa. “Masyarakat bersatu menyerukan gencatan senjata permanen yang dapat memulihkan paling tidak sedikit stabilitas dan martabat,” ujarnya. “Setelah semua kehancuran ini, setiap kesepakatan yang tidak menjamin rekonstruksi tidak akan cukup.”

Perundingan yang dimediasi oleh Mesir dengan partisipasi pejabat keamanan Amerika Serikat (AS) dan Qatar tersebut dimulai pada Senin. Sumber-sumber Palestina menguraikan bahwa delegasi Hamas, yang dipimpin oleh pejabat senior Khalil al-Hayya, telah mengadakan pertemuan persiapan dengan pejabat intelijen Mesir untuk membahas proposal secara mendetail serta mekanisme pelaksanaannya.

Hamas telah meminta Mesir untuk memberikan jaminan dan mekanisme pemantauan guna memastikan kedua pihak mematuhi setiap kesepakatan yang dicapai, imbuh sumber-sumber tersebut. Hamas menyatakan kekhawatirannya bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mungkin tidak akan mematuhi kesepakatan tanpa adanya langkah penegakan yang jelas, terutama terkait penghentian operasi militer, pembebasan tahanan, dan pemberian akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Banner

Negosiasi tersebut dilakukan usai Hamas pada Jumat (3/10) mengumumkan bahwa pihaknya telah menerima sebagian dari rencana 20 poin yang didukung oleh AS. Rencana tersebut mencakup pembebasan semua warga Israel yang disandera sejak 7 Oktober 2023, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Pejabat Israel memperkirakan Hamas masih menahan 48 sandera, termasuk 20 orang yang diyakini masih hidup.

Upaya diplomatik telah memperoleh momentum dalam beberapa hari terakhir, tetapi perselisihan signifikan masih tetap ada. Salah satu perselisihan yang paling menonjol adalah desakan Israel agar Hamas melucuti senjatanya sebagai prasyarat untuk mengakhiri perang dan menarik pasukannya dari Gaza.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan