Permintaan minyak mentah global akan meningkat dari 99,6 juta barel per hari (bph) pada 2022 menjadi 116 juta bph pada 2045, terutama didorong oleh negara-negara dan kawasan emerging dan berkembang, termasuk India, China, Afrika, dan Timur Tengah.
Wina, Austria (Xinhua) – Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) pada Senin (9/10) memperkirakan permintaan minyak global akan meningkat 16,5 persen dari 2022 hingga 2045.
Dalam laporan World Oil Outlook 2023-nya, organisasi itu menyampaikan bahwa pihaknya memperkirakan permintaan minyak mentah global akan meningkat dari 99,6 juta barel per hari (bph) pada 2022 menjadi 116 juta bph pada 2045.
Pertumbuhan itu terutama akan didorong oleh negara-negara dan kawasan emerging dan berkembang, termasuk India, China, Afrika, dan Timur Tengah.
Dalam kata pengantar laporan tahunan itu, Sekretaris Jenderal OPEC Haitham Al Ghais menyampaikan bahwa perkiraan permintaan minyak global sebesar 116 juta bph pada 2045 tersebut “sekitar enam juta bph lebih tinggi” dari estimasi laporan tahun lalu, “dengan potensi meningkat lebih tinggi lagi.”
“Yang jelas, dunia akan terus membutuhkan lebih banyak energi dalam beberapa dekade mendatang seiring dengan pertambahan angka populasi, pertumbuhan ekonomi, serta kebutuhan mendesak untuk menyediakan layanan energi modern bagi mereka yang masih kekurangan energi,” tutur Al Ghais.
Pemimpin OPEC tersebut menambahkan bahwa sektor minyak akan membutuhkan investasi senilai 14 triliun dolar AS pada 2045, atau sekitar 610 miliar dolar AS per tahun, untuk memenuhi permintaan energi global yang semakin meningkat.
Laporan OPEC itu juga memprediksi bahwa minyak akan tetap menjadi sumber energi terbesar dalam bauran energi global, kendati porsinya akan menurun tipis dari 31,2 persen pada 2022 menjadi 29,5 persen pada 2045.
Laporan itu memperkirakan bahwa porsi energi terbarukan, termasuk energi angin (bayu), surya, geotermal, dan pasang surut air laut (tidal), akan melonjak dari 2,7 persen pada 2022 menjadi 11,7 persen pada 2045 berkat “dukungan kebijakan yang kuat di banyak kawasan.”
Laporan: Redaksi