Banner

‘Shutdown’ pemerintahan AS masuki pekan ketiga, Depkeu AS peringatkan dampak ekonomi

Gedung Capitol Amerika Serikat (AS) terlihat di Washington DC, AS, pada 5 Oktober 2025. (Xinhua/Li Rui)

Penutupan pemerintahan federal Amerika Serikat memasuki pekan ketiga, dan sudah mulai berdampak negatif terhadap perekonomian riil.

 

Washington, Amerika Serikat (Xinhua/Indonesia Window) – Seiring penutupan (shutdown) pemerintahan federal Amerika Serikat (AS) memasuki pekan ketiga, Menteri Keuangan AS Scott Bessent memperingatkan bahwa shutdown tersebut sudah mulai berdampak negatif terhadap perekonomian riil.

“Situasinya semakin serius. Kondisi ini mulai berdampak pada perekonomian riil,” ungkapnya kepada Fox Business pada Senin (13/10), tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Bessent menjelaskan bahwa pemerintah terpaksa “mengutak-atik anggaran” untuk memastikan pembayaran upah militer, sehingga mengakibatkan keterlambatan atau penangguhan pembayaran kepada pegawai dan layanan federal lainnya, termasuk museum Smithsonian dan National Zoo. Bessent juga mengonfirmasi bahwa pekerja-pekerja di seluruh AS sedang dirumahkan untuk sementara waktu.

Pada 1 Oktober, hari pertama shutdown pemerintahan, firma konsultan EY-Parthenon memperkirakan bahwa setiap pekan selama shutdown diterapkan akan mengurangi sekitar 0,1 poin persentase dari produk domestik bruto (PDB) kuartalan AS, setara dengan kerugian sekitar 7 miliar dolar AS. Sementara Politico, yang mengutip memo Gedung Putih, melaporkan bahwa dampak ekonomi pekanan bisa mencapai 15 miliar dolar AS, yang berpotensi menyebabkan 43.000 pekerjaan lainnya akan hilang jika shutdown terus berlanjut.

Banner

*1 dolar AS = 16.580 rupiah

Senat AS dijadwalkan akan kembali bersidang pada Selasa (14/10) dan kembali melakukan voting terkait rancangan anggaran yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS. Namun, rancangan tersebut telah tujuh kali gagal mencapai batas minimal 60 suara. Anggota Senat dari Partai Republik telah berusaha memperoleh dukungan dari Partai Demokrat, tetapi upaya tersebut sebagian besar gagal.

Kebuntuan politik berpusat pada perselisihan mengenai subsidi asuransi kesehatan di bawah Undang-Undang Layanan Kesehatan Terjangkau (Affordable Care Act), yang menurut kubu Demokrat harus dipertahankan, sementara kubu Republik menuntut agar pemerintahan dibuka kembali terlebih dahulu.

Ketua DPR AS Mike Johnson pada Senin tersebut mengatakan kepada awak media bahwa dirinya tidak akan bernegosiasi dengan anggota parlemen dari Partai Demokrat sampai mereka mencabut tuntutan kebijakan terkait layanan kesehatan.

Menuduh anggota Demokrat melakukan “penyanderaan” melalui sikap mereka dalam shutdown pemerintahan, Wakil Presiden AS JD Vance pada Ahad (12/10) berkata, “Kami tidak akan bernegosiasi dengan pihak yang telah menyandera seluruh pemerintah federal atas perselisihan kebijakan layanan kesehatan.”

Sentimen publik semakin terpecah terkait kebuntuan ini. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Reuters dan Ipsos pekan lalu menunjukkan bahwa 67 persen warga Amerika secara signifikan menyalahkan Partai Republik, dibandingkan dengan 63 persen yang menyalahkan Partai Demokrat.

Banner

Seiring berlanjutnya kebuntuan antara Partai Demokrat dan Republik tanpa tanda-tanda penyelesaian, pemerintahan Trump telah memberlakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di berbagai lembaga federal, termasuk Departemen Perdagangan, Pendidikan, Energi, Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan, serta Keuangan.

Menurut laporan USA Today, hampir 750.000 pegawai federal telah dirumahkan untuk sementara ini dan diperintahkan untuk tidak masuk kerja. Sementara pegawai lainnya, termasuk personel militer dan petugas pengatur lalu lintas udara, diwajibkan tetap bekerja tanpa dibayar hingga kesepakatan anggaran tercapai.

Pemerintah AS telah mengalami 15 kali shutdown sejak 1980. Shutdown selama 35 hari pada 2018 hingga 2019, yang dipicu oleh penolakan Partai Demokrat terhadap usulan pendanaan Presiden Trump untuk pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko, merupakan shutdown pemerintahan terlama dalam sejarah AS. Shutdown tersebut memaksa sekitar 800.000 pegawai federal bekerja tanpa gaji atau cuti tanpa bayaran (unpaid leave).

“Kita sedang menuju salah satu shutdown terpanjang dalam sejarah Amerika,” ujar Johnson, pemimpin anggota parlemen dari Partai Republik, seiring kebuntuan saat ini menunjukkan minimnya tanda-tanda penyelesaian.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan