Penakluk wilayah Konstantinopel – yang kini dikenal sebagai Istanbul di Turkiye – pada tahun 1453, Muhammad Al Fatih (1432-1481) telah menunjukkan dan mewariskan model kepemimpinan transformasional.
Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Penakluk wilayah Konstantinopel – yang kini dikenal sebagai Istanbul di Turkiye – pada tahun 1453, Muhammad Al Fatih (1432-1481) telah menunjukkan dan mewariskan model kepemimpinan transformasional.
Sejarah kepemimpinan Muhammad Al Fatih yang juga dikenal sebagai Sultan Mehmed II, penguasa Khilafah Utsmani (1300-1923), dinarasikan dan dijabarkan secara ilmiah dalam buku berjudul ‘Kepemimpinan Transformasional Belajar Dari Muhammad Al Fatih, Achieving The Impossible’, karya Muhammad Karebet Widjajakusuma.
“Kepemimpinan transformasional akan membawa dan menghasilkan perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan para pengikut, sehingga sering juga disebut breakthrough leadership,” ujar Karebet dalam seminar dan peluncuran buku tersebut di Bogor, Ahad.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa kunci kesuksesan Al Fatih membebaskan Konstantinopel dari kekuasaan Imperium Romawi pada saat usianya masih 21 tahun adalah akidah Islam yang menjadi dasar bagi worldview atau paradigma/cara memandang, memahami, dan menafsirkan dunia.
“Model-model kepemimpinan di dunia telah dikenalkan sejak 1900. Begitu juga dengan model kepemimpinan transformasional yang sudah ada sejak 1970-an hingga 1990-an,” jelas Karebet yang berkarier dalam bidang manajemen dan kebijakan strategis ini.
Namun demikian, menurut dia, model-model kepemimpinan yang terkenal tersebut berasal dari para pemikir Barat yang bersandar pada nilai-nilai materialistik dan kapitalistik.
“Nilai-nilai dan gagasan Islam tidak menjadi sumber dalam model-model kepemimpinan Barat. Dalam buku kepemimpinan transformasional Belajar Dari Muhammad Al Fatih ini, kepemimpinan yang diterapkan oleh beliau dan akhirnya berhasil membebaskan Konstantinopel dengan persiapan hanya setahun dan eksekusi semalam, bersumber dari Islam,” terang Karebet.
Menurut dia, meskipun model kepemimpinan transformasional yang disusunnya tersebut terinspirasi dari seorang tokoh Muslim, nilai-nilai dan pengalaman Sultan Al-Fatih dapat dipakai oleh semua orang.
“Tapi memang semua harus bersumber dari akidah Islam yang menjadi dasar dalam worldview, dan cara pandang terhadap dunia inilah yang menjadi syarat penting dalam menjalankan model kepemimpinan transformasional untuk mencapai ‘achieving the impossible’,” ujarnya.
Sejumlah literatur sejarah menulis bahwa Kota Konstantinopel yang didirikan oleh kaisar Romawi Konstantinus I pada tahun 324 sebagai ibu kota Kekaisaran Romawi Timur, atau Kekaisaran Bizantium, selama lebih dari 1.000 tahun, mengalami banyak serangan, pengepungan yang berkepanjangan, pemberontakan internal, dan pendudukan.
Namun, Konstantinopel tetap kokoh karena memiliki konstruksi pertahanan yang sangat tangguh di zamannya, yakni Tembok Theodosian berlapis-lapis, yang membentang sekitar 6,5 kilometer dengan banyak jebakan di setiap lapisannya.
Kota ini akhirnya menyerah ditangan pasukan Sultan Mehmed II pada tahun 1453.
Laporan: Redaksi