Banner

Presiden Mesir tegaskan kembali penolakan pemindahan paksa rakyat Palestina

Presiden Mesir Abdel-Fattah al-Sisi menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Arab-Islam di Riyadh, Arab Saudi, pada 11 November 2024. (Xinhua/SPA)

Pemindahan paksa rakyat Palestina merupakan sebuah tindakan “ketidakadilan” dan Mesir tidak akan ikut serta dalam tindakan tersebut.

 

Kairo, Mesir (Xinhua/Indonesia Window) – Presiden Mesir Abdel-Fattah al-Sisi pada Rabu (29/1) mengatakan bahwa pemindahan paksa rakyat Palestina merupakan sebuah tindakan “ketidakadilan” dan Mesir tidak akan ikut serta dalam tindakan tersebut.

“Saya mengatakan ini dengan sangat jelas bahwa pemindahan paksa dan relokasi rakyat Palestina merupakan sebuah ketidakadilan dan kami tidak dapat ambil bagian di dalamnya,” kata Sisi dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Kenya William Ruto yang sedang berkunjung ke Kairo, seperti ditayangkan di televisi milik pemerintah Mesir, Nile TV.

“Pemindahan paksa rakyat Palestina tidak dapat ditoleransi atau dibiarkan karena dampaknya terhadap keamanan nasional Mesir dan Arab,” tambah presiden Mesir itu.

pemindahan paksa rakyat Palestina
Warga Palestina terlihat di sebuah jalan dengan deretan bangunan yang hancur di kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza utara pada 29 Januari 2025. Lebih dari 500.000 pengungsi Palestina telah pulang ke Gaza utara dalam 72 jam terakhir, ungkap kantor media yang dikelola Hamas pada Rabu (29/1). (Xinhua/Abdul Rahman Salama)

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump belum lama ini mengusulkan untuk merelokasi warga Palestina dari Jalur Gaza ke Yordania dan Mesir yang bersebelahan. Rencana ini mendapat penolakan dari pihak-pihak regional maupun internasional.

Banner

Sisi menekankan bahwa sikap historis Mesir dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina tidak akan pernah dapat dikompromikan, dan menyatakan bahwa Mesir bertekad untuk bekerja sama dengan AS demi mencapai perdamaian yang diinginkan, berdasarkan solusi dua negara.

Dia menjelaskan bahwa konflik terbaru Hamas-Israel, yang berlangsung selama lebih dari 15 bulan, merupakan konsekuensi dari bertahun-tahun kegagalan untuk menyelesaikan masalah Palestina. “Oleh karena itu, akar penyebab masalah ini belum teratasi,” imbuhnya.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner
Banner

Iklan