Pasar Baru sebagai bagian dari area Weltevreden dibangun oleh Gubernur Jenderal W Daendels pada 1828 memiliki pesona multi entis dan kultur tingkat dunia.
Jakarta (Indonesia Window) – Anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Percepatan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Aat Surya Safaat mendukung gagasan besar yang ingin menjadikan Pasar Baru Jakarta Pusat sebagai area Cagar Budaya untuk Kepariwisataan.
“Maka, revitalisasi Pasar Baru adalah sebuah keniscayaan karena merupakan kebijakan strategis guna mendongkrak perekonomian melalui sektor kepariwisataan bertaraf internasional,” katanya pada pertemuan dengan Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pedagang Ritel Pasar Baru, IE Buharudin atau akrab disapa ‘Ayung’ di Pasar Baru Jakarta Pusat, Kamis (11/7).
Wartawan senior peraih ‘Press Card Number One’ PWI tersebut lebih lanjut menjelaskan, argumen yang mendasari pernyataannya itu adalah karena area perbelanjaan Pasar Baru tergolong legendaris.
Sejak awal berdirinya, Pasar Baru memiliki pesona multi entis dan kultur tingkat dunia. Pasar Baru sebagai bagian dari area Weltevreden dibangun oleh Gubernur Jenderal W Daendels pada 1828.
Pada masa itu Sang Gubernur Jenderal memindahkan satus Ibukota Batavia yang semula di Sunda Kelapa Jakarta Barat ke kawasan Weltevreden, sekarang berada di wilayah administratif Kecamatan Sawah Besar, Kecamatan Menteng, Kecamatan Gambir, dan Kecamatan Senen Jakarta Pusat.
“Kami akan sampaikan aspirasi pedagang Pasar Baru itu kepada Menparekraf Sandiaga Uno agar mendapatkan perhatian khusus dan respons positif,” ungkapnya.
Aat optimistis, revitalisasi sesuai aspirasi para pedagang di daerah itu akan dapat menyedot kunjungan wisatawan, termasuk dari mancanegara. “Mulai sekarang kami kawal aspirasi ini,” sambungnya.
Dewan penasihat
Aat Surya Safaat sendiri mendapat amanah untuk duduk di Tim Penasehat Asosiasi Pedagang Ritel Pasar Baru. Kepala Biro Kantor Berita ANTARA New York periode 1993-1998 dan Pemred ANTARA 2016 itu juga menerima buku berikut video berisi aspirasi seputar revitalisasi Pasar Baru dari Ayung selaku Ketua Dewan Pembina Asosiasi tersebut.
Buku yang berisi aspirasi revitalisasi Pasar Baru itu disusun oleh tim dari Yayasan Jakarta Weltevreden bersama Asosiasi Pedagang Ritel Pasar Baru.
Ketua Yayasan Jakarta Weltevreden Toto Irianto yang turut hadir dalam pertemuan dengan Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pedagang Ritel Pasar Baru menyatakan turut berempati dengan menggalang dukungan bagi pelestarian sekaligus pemanfaatan kawasan Cagar Budaya Weltevreden Pasar Baru menjadi destinasi wisata unggulan bertaraf internasional.
Menurut Toto, Pasar Baru dalam sudut pandang yayasan yang dipimpinnya adalah mata rantai pariwisata. “Serupa sumur tua yang dapat mengairi kehidupan industri pariwisata,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ayung menyatakan, harapan para pedagang di Pasar Baru kepada pemangku kepentingan, antara lain Menteri Sandiaga Uno, adalah agar memberi perhatian khusus terhadap usulan yang tertuang di dalam buku maupun video Revitalisasi Pasar Baru.
“Kondisi perdagangan di Pasar Baru kini sangat memprihatinkan. Kerusakan infrastruktur jalan adalah bagian dari penyebab kesemrawutan itu,” kata Ayung.
Masa Daendels hingga sekarag
Pasar Baru dibangun Gubernur Jenderal Daendels sebagai pelengkap ibu kota Batavia. Tidak jauh dari tempat perdagangan tersebut atau di sekitar Lapangan Banteng, penguasa kolonial mendirikan gedung pusat pemerintahan, dikenal dengan nama Istana Daendels.
Sekitar lokasi itu antara lain dilengkapi Kantor Pos Pusat, Stasiun Gambir, Gereja Katedral, Gereja Immanuel, Lembaga Perguruan Stovia, rumah sakit yang kini bernama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Markas Militer, Gedung Kesenian, dan permukiman tertata Menteng.
Memasuki era Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di bawah kepemimpinan Bung Karno, Pemerintah membangun masjid terbesar se-Asia Tenggara, yaitu Masjid Istiqlal dan Taman Medan Merdeka atau Monas yang semula dikenal dengan sebutan Lapangan IKADA.
Masih di seputar Medan Merdeka, Pemerintah Kolonial meninggalkan jejak berupa gedung Museum Gajah, Museum Prasasti, Istana Merdeka dan Istana Negara.
Dua gedung cagar budaya terakhir disebut-sebut bakal tidak lagi menjadi properti pusat pemerintahan karena Presiden Joko Widodo memindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur.
Menurut Ketua Yayasan Jakarta Weltevreden, Pusat Perbelanjaan Pasar Baru pada masa Gubernur DKI Jakarta dijabat Letjen (Pur) Sutiyoso ditetapkan sebagai Destinasi Wisata Belanja Bertaraf Internasional. Kemudian, Gubernur DKI Jakarta Anies R. Baswedan menetapkan koridor Jl. Pasar Baru sebagai Situs Cagar Budaya.
Saat ini, selain kondisi infrastruktur jalan rusak, tampak di sana-sini pada aliran Sungai Ciliwung serta pada area pedesterian atau trotoar seputar Lapangan Banteng, Istiqlal-Kathedral, Immanuel, dan Gedung Kesenian terlihat kotor dan semrawut.
Laporan: Redaksi