Laporan terbaru paparkan dampak atmosfer dari letusan gunung berapi Hunga pada 2022
Letusan Gunung Berapi Hunga pada 15 Januari 2022 menghasilkan ledakan bawah laut terbesar yang pernah tercatat oleh instrumen ilmiah modern.
Jenewa, Swiss (Xinhua/Indonesia Window) – Sebuah penilaian ilmiah internasional terbaru telah meneliti dampak-dampak atmosfer yang luas dari letusan gunung berapi Hunga tahun 2022. Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) mengeluarkan siaran pers pada Jumat (19/12) yang menyoroti laporan tersebut.
Gunung Hunga, bagian dari gunung berapi bawah laut Hunga Tonga–Hunga Haʻapai, terletak di Samudra Pasifik Selatan di Kerajaan Tonga.
Gunung berapi tersebut sebagian besar berada di bawah air, dengan pulau-pulau Hunga Tonga dan Hunga Haʻapai yang terbentuk sebelum erupsi tahun 2022 hanya mewakili sisa-sisa bagian utara dan barat dari tepi kaldera besarnya yang selebar 6 km.
Menurut WMO, temuan-temuan ilmiah utama dari Laporan Dampak Atmosfer Letusan Gunung Berapi Hunga menunjukkan bahwa letusan di Pasifik Selatan pada 15 Januari 2022 tersebut menghasilkan ledakan bawah laut terbesar yang pernah tercatat oleh instrumen ilmiah modern.
Letusan itu menyuntikkan sejumlah besar uap air ke stratosfer, meningkatkan kadar air stratosfer global sekitar 10 persen, yang sebagian besar masih berada di atmosfer hingga 2025.
Meskipun letusan tersebut mengusik ozon stratosfer di Belahan Bumi Selatan dalam beberapa bulan setelah letusan, dampak keseluruhannya terhadap lubang ozon di Antarktika dan iklim permukaan Bumi relatif kecil.
Laporan tersebut menekankan bahwa suhu global tertinggi yang tercatat pada 2023-2024 bukanlah disebabkan oleh letusan tersebut. Serangkaian simulasi model menunjukkan bahwa pengaruh pendinginan permukaan Hunga tidak dapat dibedakan dari variabilitas iklim alami.
Laporan tersebut dirilis di bawah proyek Proses Atmosfer dan Perannya pada Iklim (Atmospheric Processes and their Role in Climate) dari Program Penelitian Iklim Dunia (World Climate Research Programme), yang disponsori bersama oleh WMO.
Diluncurkan pada akhir 2022, penilaian tersebut menyatukan lebih dari 150 ilmuwan dari 20 lebih negara.
Laporan: Redaksi

.jpg)








