Sedikitnya 1.383 warga sipil tewas dalam kekerasan di wilayah pesisir Suriah

Kekerasan di wilayah pesisir Suriah dengan cepat meningkat menjadi bentrokan sektarian yang lebih luas, yang sebagian besar menargetkan kota-kota dan desa yang mayoritas penduduknya suku Alawite, sekte minoritas yang mendominasi struktur kekuasaan Suriah di bawah Assad.
Damaskus, Suriah (Xinhua/Indonesia Window) – Sedikitnya 1.383 warga sipil tewas dalam gelombang kekerasan baru-baru ini di wilayah pesisir Suriah, demikian laporan Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (Syrian Observatory for Human Rights/SOHR) pada Rabu (12/3).
Kekerasan tersebut meletus pada 6 Maret, dipicu oleh serangan terkoordinasi yang dilancarkan kelompok-kelompok bersenjata loyalis mantan presiden Bashar al-Assad terhadap pasukan keamanan di kawasan pesisir Latakia, yang menewaskan sedikitnya 16 personel keamanan, menurut Kementerian Pertahanan Suriah.
Kekerasan dengan cepat meningkat menjadi bentrokan sektarian yang lebih luas, yang sebagian besar menargetkan kota-kota dan desa yang mayoritas penduduknya suku Alawite, kata Juru Bicara Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights/OHCHR) Thameen Al-Kheetan pada Selasa (11/3).
Dia menambahkan investigasi awal menunjukkan para pelaku meliputi para pejuang yang beraliansi dengan pemerintah sementara Suriah serta faksi-faksi pro-Assad. Komunitas Alawite merupakan sekte minoritas yang mendominasi struktur kekuasaan Suriah di bawah Assad.
Sejauh ini observatorium yang berbasis di Inggris tersebut telah mencatat setidaknya 1.383 kematian warga sipil, dan memperingatkan tentang prosedur pemakaman yang tidak layak karena skala kekerasan yang terjadi telah membebani kemampuan lokal untuk menangani krisis tersebut.
Lebih lanjut menurut SOHR, jumlah korban kemungkinan akan bertambah seiring semakin banyaknya jenazah yang ditemukan, dengan kematian terbaru tercatat di Latakia, Tartous, dan Hama.
Ahmed al-Sharaa, presiden sementara Suriah, pada Ahad (9/3) memerintahkan pembentukan komite nasional independen untuk menyelidiki kekerasan dan meminta pertanggungjawaban para pelaku. Komite tersebut harus menyelesaikan misinya dalam waktu 30 hari.

Pada Senin (10/3), Kementerian Pertahanan Suriah mengumumkan berakhirnya operasi militer mereka di wilayah pesisir, mengonfirmasi dalam sebuah pernyataan bahwa semua “tujuan strategis” telah tercapai, dengan keamanan dipulihkan, elemen-elemen yang bertikai dinetralkan atau dihalau, dan infrastruktur penting dilindungi.
Laporan: Redaksi