Namun, kehidupan normal di Gaza tidak lagi sama bagi Qusai Shamalakh, yang kehilangan gedung empat lantai miliknya selama konflik itu.
Jakarta (Indonesia Window) – Kehidupan di Jalur Gaza berangsur kembali normal setelah konflik yang berlangsung selama tiga hari antara Jihad Islam Palestina (Palestinian Islamic Jihad/PIJ) dan tentara Israel.
Pada Ahad (7/8) malam waktu setempat, PIJ mengumumkan bahwa pihaknya telah mencapai kesepakatan gencatan senjata, yang dimediasi oleh Mesir, dengan Israel untuk mengakhiri konflik yang menewaskan 45 warga Palestina dan melukai 260 lainnya itu.
Sejak Senin (8/8) dini hari, toko-toko di Jalur Gaza dibuka untuk para pelanggan dan transportasi umum kembali beroperasi.
“Kami tidak suka terlibat dalam ketegangan militer dengan Israel kecuali kami dapat memperoleh keuntungan politik, ekonomi atau sosial. Lebih baik bernegosiasi dan mencapai kesepakatan gencatan senjata yang memungkinkan kami membangun kembali tanah kami,” kata Iyad Abu Kwaik, pemilik toko pakaian yang berbasis di Gaza, kepada Xinhua.
Konflik demi konflik telah membunuh banyak warga sipil, menghancurkan bangunan, dan menempatkan orang-orang dalam lingkaran penderitaan tanpa akhir, kata pria berusia 33 tahun tersebut, yang meminta sejumlah faksi Palestina mengoordinasikan upaya mereka untuk mengatasi krisis yang rumit di daerah kantong pesisir itu daripada terlibat dalam putaran baru permusuhan dengan Israel.
Warga Gaza perlu melanjutkan kehidupan sehari-hari mereka meskipun ada permusuhan, kata Tawfiq Abu Ghalwa, seorang pengacara yang berbasis di Gaza.
“Kami harus melewati semua kesedihan kami dan memulai sekali lagi untuk menciptakan kehidupan kami sendiri di tanah kami,” katanya.
Namun, kehidupan tidak lagi sama bagi Qusai Shamalakh, yang kehilangan gedung empat lantai miliknya selama konflik itu.
Dia menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksa propertinya, menyingkirkan puing-puing, dan mencari barang-barang yang mungkin selamat dari serangan Israel tersebut.
“Hidup saya sudah berakhir karena segala sesuatu di rumah saya hancur. Saya dan keluarga menjadi tunawisma, dan tidak ada secercah harapan,” kata ayah empat anak berusia 45 tahun itu kepada Xinhua.
Konflik terbaru itu menyebabkan sekitar 18 rumah hancur total, 71 hancur sebagian, dan 1.675 tidak dapat dihuni, menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan yang dikelola Hamas.
Sebelumnya pada hari yang sama, pihak berwenang Israel membuka kembali perlintasan komersial Kerem Shalom dan penyeberangan Erez setelah ditutup enam hari.
“Sekitar 30 truk bahan bakar memasuki Gaza untuk pembangkit listrik, dan truk-truk ini memuat makanan, biji-bijian, dan bantuan kemanusiaan,” kata Bassam Ghaben, direktur perlintasan Kerem Shalom.
Penulis: Sanaa Kamal
Sumber: Xinhua