Tidak ada tempat aman bagi warga sipil di mana pun di Gaza, dengan lebih dari 80 persen Jalur Gaza berada di bawah perintah evakuasi Israel.
PBB (Xinhua/Indonesia Window) – Tidak ada tempat aman bagi warga sipil di mana pun di Gaza, dengan lebih dari 80 persen Jalur Gaza berada di bawah perintah evakuasi Israel, kata sejumlah badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (2/1).
Philippe Lazzarini, komisaris jenderal Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina di Kawasan Timur Tengah (UNRWA), mengatakan di platform media sosial X, “Tidak ada zona kemanusiaan, apalagi ‘zona aman’.”
Dia mendesak diakhirinya perintah evakuasi yang menyesatkan dan pembunuhan warga sipil, seraya memperingatkan bahwa setiap hari tanpa gencatan senjata akan mengakibatkan makin banyak tragedi.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan bahwa militer Israel memerintahkan evakuasi di banyak area besar di Gaza, dengan alasan ada tembakan roket ke Israel. Dikatakan OCHA, analisis awal mengindikasikan perintah baru tersebut mencakup area seluas sekitar 3 km persegi di kegubernuran Deir al Balah dan Gaza Utara. Serangan dilaporkan terjadi di wilayah Al Mawasi, di mana orang-orang diperintahkan untuk mengungsi dan berlindung.
“Lebih dari 80 persen wilayah Jalur Gaza berada di bawah perintah evakuasi Israel yang belum dicabut. Di tengah situasi ini, OCHA memperingatkan bahwa kemampuan organisasi-organisasi kemanusiaan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan di seluruh Gaza semakin berkurang,” kata OCHA.
Badan-badan kemanusiaan PBB mengatakan pembatasan paling berat terhadap pergerakan kemanusiaan tercatat pada bulan lalu, termasuk pemblokiran akses ke daerah perbatasan untuk mengambil pasokan, penolakan terhadap upaya pengiriman barang dan jasa, atau upaya evaluasi kebutuhan di Gaza. Secara keseluruhan, 39 persen upaya PBB untuk memindahkan pekerja bantuan ke mana pun di Gaza ditolak oleh otoritas Israel, dengan 18 persen lainnya dihalangi atau diintervensi.
Akses ke daerah-daerah yang terkepung di Gaza Utara telah ditolak sejak 6 Oktober tahun lalu. Menurut OCHA, dari 166 upaya, 150 di antaranya ditolak, sedangkan 16 lainnya pada awalnya disetujui tetapi kemudian diintervensi atau dihambat. OCHA menyebut bahwa akses ke rumah sakit yang tersisa di bagian utara merupakan salah satu prioritas utama.
OCHA juga mengatakan bahwa di Tepi Barat, mereka bergabung dengan UNRWA dan mitra kemanusiaan lainnya untuk mengevaluasi dampak operasi Israel di kamp pengungsi Tulkarm dan Nur Shams pekan lalu. Tim mengunjungi daerah tersebut pada Selasa (31/12) dan memperkirakan lebih dari 1.000 unit rumah dan sekitar 100 toko rusak akibat ledakan atau penghancuran. Lebih dari 20 keluarga yang terdiri dari 90 orang lebih mengungsi.
Kerusakan infrastruktur telah mengganggu jaringan listrik, air, dan pembuangan limbah, kata OCHA. Badan tersebut mengerahkan respons kemanusiaan dari para mitra, yang mengangkut air ke masyarakat.
OCHA menyebut bahwa evaluasi terhadap Tepi Barat akan menginformasikan intervensi lebih lanjut, termasuk memasang tangki air baru, menyedot limbah, serta mendistribusikan peralatan kebersihan dan uang tunai darurat.
Laporan: Redaksi