Feature – Zakat dan sedekah dari keuntungan, kunci sukses bisnis Dr. Chicken

Pemilik Dr. Chicken Group, drh. Kukuh Galih Waskita, dalam wawancara dengan Indonesia Window di Bogor, Jawa Barat, 6 September 2024. (Indonesia Window)

Jumlah mitra Dr. Chicken terus bertambah, juga anak yatim yang dinaungi oleh PT. Hips Jaya, perusahaan induk brand ayam goreng ini.

 

Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Saat menuturkan kisah perjalanan bisnis yang dirintisnya sejak masih kuliah, pendiri dan pemilik brand produk fried chicken (ayam goreng), drh. Kukuh Galih Waskita, tidak dijumpai di lokasi usahanya, melainkan di SMP Islam Qurani al Bahjah, di Cibungbulang, Bogor, Jawa Barat.

Lingkungan sekolah Islam lekat dalam dirinya, dan sangat memengaruhi pola dan sistem bisnis yang dibangun dan dikembangkannya, termasuk Dr. Chicken yang jumlah gerainya mencapai lebih dari 140 di seluruh Indonesia. Di Bogor saja, jumlah gerai Dr. Chicken mencapai 80, maka tidak sulit menemukannya.

Dengan tagline Dr. Chicken, “the real chicken”, Kukuh mendirikan bisnis ayam gorengnya ini pada sekitar 2013 akhir menjelang awal 2014. “Tagline ini karena pendirinya dokter hewan beneran,” seloroh alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.

Sebelum ayam goreng, Dewan Penasihat Kebangkitan Ekonomi Pondok Pesantren Bogor Raya sejak tahun 2023 ini sempat berjualan ayam potong dari warung ke warung yang berada di sekitar kampusnya.

“Saya mulai di pagi hari, naruh ayam-ayam potong di warung-warung, lalu sorenya ambil setoran. Ini saya lakukan waktu masih kuliah sampai koas (co-assistant),” tutur pria kelahiran Jayapura, Papua, ini kepada Indonesia Window, beberapa waktu lalu.

Meskipun order ayam potong terus meningkat, perjalanan berdagang ayam potong ternyata penuh liku, bahkan Kukuh mengakui hingga tiga kali mengalami kebangkrutan.

“Tidak hanya di warung-warung penjual daging ayam, saya juga menjual ayam potong ke hotel-hotel berbintang di Jakarta, restoran terkenal seperti Solaria dan Ayam Kraton, dan juga supermarket Carrefour,” urainya.

Namun, lanjutnya, karena tempo pembayaran oleh para pelanggaannya bisa mencapai dua hingga tiga bulan, modal bisnisnya tidak bisa diputar cepat,  sehingga Kukuh harus menerima kenyataan pahit.

“Ada dua hal dalam menjual ayam potong, satu kita hanya bisa utangin orang atau harga terlalu rendah. Selain itu, di Bogor kita harus bersaing dengan ayam-ayam potong yang didatangkan dari Jawa,” ujar Kukuh, seraya menambahkan, dari pengalamannya jatuh-bangun itu, dia berpikir untuk membuat hilirisasi bisnis.

Walhasil, ayam goreng dengan bumbu sendiri menjadi pilihannya saat itu.

Jumlah mitra Dr. Chicken
Sebuah gerai Dr. Chicken di Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window)

Zakat dan sedekah

Membuat ayam goreng jelas tidak ada dalam silabus pendidikan kedokteran hewan. “Saya bertemu dengan Pak Lukman yang merupakan lulusan Gontor. Beliau yang ajarkan membuat fried chicken,” ujar Kukuh.

Dalam mengembangan bisnis Dr. Chicken, dia menerapkan akad mudharabah, yakni perjanjian bisnis yang mengandalkan kerja sama antara pihak pemodal dan pihak pengelola.

“Mitra hanya menyediakan dana sekitar 150-180 juta rupiah, dan seluruh manajemen pengelolaan akan kami tangani, termasuk survei lokasi. Keuntungannya dibagi dari hasil bersih, 60 persen untuk mitra dan 40 persen untuk manajemen, serta ada zakat yang harus kita keluarkan dari keuntungan bersih itu,” jelas Kukuh, seraya menambahkan, selain angka-angka tersebut, dia mewajibkan mitra untuk mengeluarkan dana sebesar 10.000 rupiah setiap hari sebagai sedekah yang akan disalurkan ke pondok pesantren, masjid, dan keperluan sosial lainnya.

Dia meyakini bahwa dengan mengeluarkan sedekah setiap hari, bisnis Dr. Chicken tidak hanya akan menguntungkan, namun juga berkah.

Keyakinan tersebut demikian kuat, sehingga Kukuh pernah menolak ‘pinangan’ bisnis dari pengusaha Korea Selatan yang mengajukan sejumlah dana besar untuk menjadi mitra Dr. Chicken. “Mereka tidak mau terima kewajiban zakat dan sedekah. Akhirnya saya tolak investasi dari mereka,” ungkapnya.

Dengan menjamurnya bisnis ayam goreng, lanjutnya, Dr. Chicken punya menu andalan ayam geprek. “Untuk menu ekonomis, ada nasi telur geprek, kulit geprek, dan mi geprek. Ada juga frozen food risoles, samosa, nugget. Saya juga membuat menu es Bonang, singkatan dari buko nangka. Semua dibuat dengan bumbu yang kita buat sendiri,” ujar Kukuh.

Sementara itu, gerai Dr. Chicken di Blitar dan Malang (Jawa Timur) memanfaatkan ke-khasan lokal dengan menyediakan menu bebek goreng.

Hingga kini, tidak hanya jumlah mitra Dr. Chicken yang terus bertambah, tapi juga anak yatim yang dinaungi oleh PT. Hips Jaya, perusahaan induk Dr. Chicken.

“Saat ini ada 90-an anak yatim yang dinaungi perusahaan,” kata Kukuh, seraya menambahkan, “Jika omzet bisnis turun, tambahkan jumlah anak yatim dan santunan untuk mereka.”

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan