Banner

Iran kecam ancaman pejabat AS yang akan serang fasilitas nuklirnya

Orang-orang menghadiri upacara perpisahan yang digelar untuk mendiang Presiden Iran Ebrahim Raisi, mendiang Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian, dan sejumlah individu lainnya di Teheran pada 21 Mei 2024. Sejumlah besar warga di Teheran pada Selasa (21/5) menghadiri upacara perpisahan yang digelar untuk mendiang Presiden Iran Ebrahim Raisi, mendiang Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian, dan sejumlah individu lainnya setelah jenazah mereka dipindahkan dari Kota Tabriz, Iran barat laut, ke Teheran. (Xinhua/Shadati)

Iran menyatakan aktivitas nuklirnya untuk tujuan damai dan terutama ditujukan untuk pembangkit listrik dan produksi radiofarmasi.

 

Teheran, Iran (Xinhua/Indonesia Window) – Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmaeil Baghaei pada Senin (6/1) mengecam pernyataan seorang pejabat Gedung Putih baru-baru ini tentang kemungkinan Amerika Serikat (AS) menyerang fasilitas nuklir Iran, dan menyebutnya sebagai “ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional.”

Baghaei menyampaikan pernyataan tersebut pada konferensi pers pekanan di Teheran ketika merespons laporan yang diterbitkan oleh Axios pada Kamis (2/1), yang mengungkapkan bahwa Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan telah memberikan opsi kepada Presiden AS Joe Biden untuk kemungkinan serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran, jika negara itu terus mengembangkan senjata nuklir sebelum 20 Januari 2025.

Baghaei menyebut bahwa pernyataan Sullivan merupakan ancaman terhadap fasilitas nuklir “damai” negara lain.

Dia mengatakan Iran dan rakyatnya akan bertindak tegas dan menggunakan semua perangkat yang tersedia untuk mempertahankan kedaulatan nasional, integritas teritorial, dan martabat mereka.

Banner

Iran menyatakan aktivitas nuklirnya untuk tujuan damai dan terutama ditujukan untuk pembangkit listrik dan produksi radiofarmasi.

Iran menandatangani kesepakatan nuklir dengan negara-negara besar dunia pada Juli 2015, setuju untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan penghapusan sanksi terhadap negara itu. Akan tetapi, AS menarik diri dari kesepakatan tersebut pada Mei 2018 dan menerapkan kembali sanksi sepihaknya terhadap Teheran, sehingga mendorong Iran untuk membatalkan beberapa komitmen nuklirnya berdasarkan kesepakatan tersebut.

Pembicaraan mengenai dihidupkannya kembali kesepakatan itu dimulai pada April 2021 di Wina, Austria. Meskipun telah dilakukan beberapa putaran perundingan, tidak ada terobosan signifikan yang dicapai sejak akhir putaran terakhir pada Agustus 2022.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan