Jakarta (Indonesia Window) – Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan arus modal asing yang keluar dari Indonesia tak akan signifikan selama bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (Fed) melakukan pengetatan alias tapering, terutama karena transaksi berjalan yang kuat.
Dengan demikian, Indonesia Mission Chief Asia and Pacific Department IMF Cheng Hoon Lim mengharapkan adanya penyesuaian kebijakan moneter yang teratur untuk Bank Indonesia (BI).
“Indonesia berada dalam posisi yang baik untuk secara bertahap menormalkan kebijakannya dan menyesuaikan sikap moneternya seperti The Fed, dan jika Fed melakukan pengetatan,” ucap Lim dalam media briefing virtual, Rabu (26/1).
BI sebenarnya sudah mulai menyerap kelebihan likuiditas dari sistem keuangan, baru-baru ini bank sentral mengumumkan akan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan dalam tiga tahap agar kembali ke level sebelum pandemi pada akhir tahun ini.
Hal tersebut merupakan langkah pertama menuju normalisasi sistem perbankan Indonesia untuk mengantisipasi pengetatan The Fed.
“Jadi ketika saatnya tiba, akan berada dalam posisi yang baik untuk dapat merespons tanpa harus berurusan dengan kelebihan likuiditas di sistem perbankan,” ungkap Lim.
Jika memang nantinya akan terjadi dampak yang merugikan dari pengetatan Fed maupun bank sentral lainnya, dia menilai BI bisa memberikan fleksibilitas yang lebih besar untuk menghemat ruang kebijakan moneter sebagai garis pertahanan pertama.
Penghematan ruang kebijakan moneter yang dimaksud adalah membiarkan nilai tukar rupiah menyerap guncangan yang ada terlebih dahulu.
Selanjutnya saat situasi sudah bisa diperkirakan dengan baik dan memang dibutuhkan, barulah BI bisa merespons dengan kebijakan moneter.
Laporan: Redaksi