Oleh penulis Xinhua: Liu Yanan
Perdagangan bilateral yang terbuka dinilai penting untuk komoditas pangan dan hasil bumi, selain pertukaran pemuda dalam mendobrak hambatan politik dan geopolitik yang ada.
New York City, AS (Xinhua) – Amerika Serikat (AS) dan China perlu berkolaborasi untuk mengatasi kerawanan pangan dan berbagai tantangan lainnya di bidang pertanian, kata sejumlah pakar dari kedua negara.
Kedua negara sama-sama sedang menghadapi masalah kerawanan pangan, baik di sisi produksi maupun konsumsi, kata Caitlin Welsh, direktur Program Ketahanan Pangan dan Air Global di Center for Strategic and International Studies.
“Kedua belah pihak akan memetik manfaat dari pendekatan yang dapat diterapkan bersama untuk memperbaiki isu kerawanan pangan,” kata Welsh dalam sebuah diskusi panel daring yang diselenggarakan oleh Brookings Institution pada Selasa (21/3).
Jika pendekatan-pendekatan tersebut nantinya diperluas ke negara-negara lain yang juga menghadapi kerawanan pangan, maka hal ini dapat menghasilkan stabilitas yang lebih besar, pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, dan mitra dagang yang lebih banyak bagi negara-negara tersebut, ujar Welsh.
Dia mengharapkan adanya peningkatan pertukaran pendidikan antara China dan AS, serta peningkatan kerja sama antara pihak-pihak non-negara seperti para peneliti, organisasi masyarakat sipil, dan sebagainya.
Kedua negara harus berkolaborasi dalam bidang pertanian cerdas iklim (climate-smart agriculture/CSA) mengingat perubahan iklim terus menggerus ketahanan pangan dan gizi global serta memperparah dampak konflik, ujar Fan Shenggen, ketua profesor di Universitas Pertanian China.
Ada banyak potensi bagi China dan AS untuk saling belajar dari satu sama lain, kata Fan, yang mengidentifikasi pendidikan, teknologi, perdagangan, dan pemuda sebagai empat bidang strategis kerja sama bilateral.
Dia juga menggarisbawahi pentingnya perdagangan bilateral yang terbuka untuk komoditas pangan dan hasil bumi, serta peran penting pertukaran pemuda dalam mendobrak hambatan politik dan geopolitik yang ada.
Pertukaran peneliti dan ilmuwan jelas merupakan kepentingan kedua negara, kata Joseph Glauber, senior research fellow di International Food Policy Research Institute.
Glauber, yang bekerja sebagai kepala ekonom di Departemen Pertanian AS sejak 2008 hingga 2014, menceritakan kembali kunjungannya ke China untuk menghadiri sebuah konferensi di mana para ilmuwan bekerja sama dengan para peneliti yang mengkaji isu-isu yang menjadi kepentingan bersama.
“Saya tidak suka melihat kerja sama semacam itu menjadi kendur. Menurut saya kita perlu melanjutkannya, melakukan lebih banyak lagi karena ada banyak masalah di luar sana yang membutuhkan masukan dari kedua belah pihak,” tutur Glauber.
Laporan: Redaksi