Jakarta (Indonesia Window) – Kawasan Asia menghadapi prospek ‘stagflasi’, seorang pejabat senior Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan pada Selasa, mengutip perang Ukraina, lonjakan biaya-biaya komoditas dan perlambatan di China yang menciptakan ketidakpastian signifikan.
Sementara keterpaparan perdagangan dan keuangan Asia ke Rusia dan Ukraina terbatas, ekonomi kawasan akan terpengaruh oleh krisis melalui harga-harga komoditas yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat di mitra dagang Eropa, kata Anne-Marie Gulde-Wolf, penjabat direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF.
Selain itu, dia mencatat bahwa inflasi di Asia juga mulai meningkat pada saat perlambatan ekonomi China menambah tekanan pada pertumbuhan regional.
“Oleh karena itu, kawasan menghadapi prospek stagflasi, dengan pertumbuhan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, dan inflasi lebih tinggi,” katanya dalam konferensi pers secara daring di Washington, AS.
Hambatan pertumbuhan datang pada saat ruang kebijakan untuk merespons terbatas, kata Gulde-Wolf, seraya menambahkan bahwa pembuat kebijakan Asia akan menghadapi trade-off (timbal balik) yang sulit dalam menanggapi perlambatan pertumbuhan dan kenaikan inflasi.
“Pengetatan moneter akan dibutuhkan di sebagian besar negara, dengan kecepatan pengetatan tergantung pada perkembangan inflasi domestik dan tekanan eksternal,” katanya.
Kenaikan suku bunga kuat yang diperkirakan Federal Reserve AS juga menghadirkan tantangan bagi pembuat kebijakan Asia mengingat utang dalam mata uang dolar yang besar di kawasan itu, kata Gulde-Wolf.
Dalam perkiraan terbaru yang dikeluarkan bulan ini, IMF mengatakan mereka memperkirakan ekonomi Asia tumbuh 4,9 persen tahun ini, turun 0,5 poin persentase dari proyeksi sebelumnya yang dibuat pada Januari.
Inflasi di Asia sekarang diperkirakan mencapai 3,4 persen pada 2022, satu poin persentase lebih tinggi dari perkiraan pada Januari, katanya.
Eskalasi lebih lanjut dalam perang di Ukraina, gelombang COVID-19 baru, lintasan kenaikan suku bunga Fed yang lebih cepat dari perkiraan dan penguncian yang berkepanjangan atau lebih luas di China adalah beberapa risiko terhadap prospek pertumbuhan Asia, kata Gulde-Wolf.
“Ada ketidakpastian yang signifikan di sekitar perkiraan dasar kami,” ujarnya.
Laporan: Redaksi