Jakarta (Indonesia Window) – Sebuah studi neurologis dan psikiatri selama enam bulan yang dirilis oleh The Lancet Psychiatry menemukan bahwa 33,62 persen mantan pasien COVID-19 mengalami gangguan neurologis atau psikologis dalam enam bulan berikutnya setelah sembuh.
Estimasi diagnosis tersebut jauh lebih tinggi untuk pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dengan persentase meningkat menjadi 46,42 persen, menurut Kantor Berita Sputnik.
Studi tersebut menganalisis hasil pada sebagian besar dari 236.379 pasien di Amerika Serikat yang didiagnosis mengidap COVID-19.
Para eneliti memeriksa kejadian dari 14 hasil neurologis dan psikiatri, termasuk demensia, gangguan kecemasan, insomnia dan penyakit Parkinson. Mereka mencatat persentase tinggi gangguan kecemasan sebanyak 19,15 persen dan gangguan psikotik 2,77 persen.
Namun, dokter mengatakan mereka tidak yakin mengapa pasien yang sebelumnya sakit COVID-19 mengalami efek samping seperti itu.
“Sebagian besar kategori diagnostik lebih umum terlihat pada pasien yang menderita COVID-19 dibandingkan pada mereka yang menderita influenza … dan mereka yang memiliki infeksi saluran pernapasan lain,” sebut penelitian itu.
Studi tersebut juga menunjukkan bahwa, di antara pasien yang dirawat di ICU dengan COVID-19 parah, tujuh persen mengalami stroke dalam enam bulan setelah masuk dan dua persen didiagnosis dengan demensia (penurunan daya ingat dan kemampuan berpikir).
Saat ini tidak ada penjelasan ilmiah tentang hubungan antara hasil neurologis dan psikiatri, dan COVID-19.
Studi sebelumnya oleh peneliti yang sama menunjukkan bahwa 20 persen mantan pasien COVID-19 didiagnosis dengan beberapa bentuk penyakit mental dalam waktu tiga bulan setelah mereka didiagnosis terinfeksi virus corona.
Laporan: Redaksi