Alat pengukur oksigen nirkabel temuan para ilmuwan China bekerja dengan memancarkan fosforesensi dan mengukur kadar oksigen sesuai dengan kecerahan cahaya, yang akan menurun dengan naiknya tekanan parsial oksigen, indikator utama yang mencerminkan kadar oksigen di otak.
Beijing, China (Xinhua) – Para ilmuwan China berhasil mengembangkan sebuah alat pengukur (probe) miniatur yang secara nirkabel dan dinamis dapat memantau kadar oksigen di dalam otak, menyediakan alat yang menjanjikan untuk pemantauan penyakit otak.
Probe yang dapat diimplan tersebut, yang memiliki diameter sekitar 300 mikron, terdiri dari dioda pemancar cahaya (light-emitting diode) dan fotodetektor, serta dilapisi dengan lapisan film fosforensens yang sangat peka terhadap oksigen, menurut temuan yang diterbitkan dalam jurnal Nature Photonics pekan ini.
Probe tersebut bekerja dengan memancarkan fosforesensi dan mengukur kadar oksigen sesuai dengan kecerahan cahaya, yang akan menurun dengan naiknya tekanan parsial oksigen, indikator utama yang mencerminkan kadar oksigen di otak, ujar Sheng Xing, salah satu penulis korespondensi makalah tersebut sekaligus lektor kepala di Universitas Tsinghua.
“Ketika terjadi hipoksia pada jaringan otak, alat ini akan memancarkan cahaya yang kuat,” jelasnya, seraya menambahkan bahwa waktu responsnya hanya kurang dari satu detik.
Probe nirkabel itu telah dikonfirmasi efisien setelah terus memantau tekanan parsial oksigen di dalam otak hewan pengerat yang bergerak bebas, seperti tikus. Alat tersebut dapat menangkap kondisi hipoksia otak mereka dalam berbagai skenario, termasuk iskemia akut.
Iskemia adalah kondisi ketika aliran darah menuju organ atau jaringan tertentu tidak tercukupi karena pembuluh darah mengalami gangguan. Kondisi ini dapat terjadi pada beberapa bagian tubuh, mulai dari otak, jantung, hingga tungkai.
Temuan tersebut diharapkan dapat menjadi alat perawatan kesehatan yang menjanjikan bagi pasien epilepsi, tumor otak, strok, dan trauma intrakranial di masa depan, tutur Sheng.
Studi itu dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Tsinghua yang berkolaborasi dengan institusi-institusi penelitian China lainnya, termasuk Rumah Sakit Xuanwu yang berafiliasi dengan Capital Medical University dan Institut Teknologi Beijing.
Laporan: Redaksi