Wuling Air EV China merajai 78 persen pangsa pasar EV di Indonesia, diikuti oleh Hyundai Motor asal Korsel dengan 20 persen dan Toyota asal Jepang dengan 1,4 persen.
Jakarta (Xinhua) – Sudah tiga bulan Angga Mahardika (32) melakukan perjalanan pulang pergi dari kediamannya di Bekasi, Provinsi Jawa Barat, ke kantornya yang berlokasi di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta setiap hari menggunakan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) baru miliknya, yakni Wuling Air EV buatan China.
Baginya, mengendarai EV tidak hanya memberikan pengalaman mengemudi yang lebih tenang dan nyaman di jalan, tetapi juga memungkinkannya menghemat lebih banyak uang.
“Sebelum memiliki Air EV, saya biasanya menghabiskan uang sekitar 2.000.000 rupiah per bulan hanya untuk bahan bakar, tetapi kini saya hanya perlu merogoh kocek sebesar 800.000 rupiah untuk pengisian daya,” ujar Angga kepada Xinhua dalam sebuah pertemuan belum lama ini.
Dia menuturkan bahwa dirinya memilih EV asal China tersebut karena itu merupakan EV berdesain modern termurah yang dapat dia temukan di Indonesia. Mobil hatchback berkapasitas empat kursi itu memiliki bodi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan mobil EV lainnya.
“(Harga) Wuling Air EV terjangkau, dan saya rasa banyak warga kelas menengah yang mampu membelinya. Mengapa kita harus membeli mobil yang harganya lebih mahal dan mengeluarkan lebih banyak polusi?” ujar Angga.
Penetrasi EV di Indonesia sedang mengalami pertumbuhan yang signifikan, dengan semakin populernya EV buatan China, bersaing ketat dengan EV produksi Jepang dan Korea Selatan (Korsel).
Menurut data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan EV di perekonomian terbesar di Asia Tenggara tersebut meningkat pesat dalam tiga tahun terakhir. Pada 2020, hanya 125 unit EV dari segala merek yang terjual. Pada 2021, penjualan EV meningkat menjadi 687 unit dan terus meningkat pada 2022 dengan 10.327 unit. Pada semester pertama 2023, Indonesia mencatatkan penjualan 5.850 unit EV.
Pemerintah Indonesia gencar mempromosikan dan mendorong penjualan EV kepada masyarakat untuk penggunaan sehari-hari. Ini merupakan bagian dari upaya negara itu untuk bertransformasi ke energi yang lebih bersih, terutama setelah polusi parah terjadi di Jakarta baru-baru ini.
Untuk menjadikan harganya lebih terjangkau bagi warga, pemerintah Indonesia menyediakan subsidi yang mencakup hingga 200.000 unit sepeda motor listrik dan 35.900 unit mobil listrik, serta insentif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk pembelian mobil dan bus listrik.
Contohnya, Angga membeli Air EV miliknya seharga 284.000.000 rupiah. Harga itu sudah dipotong subsidi sebesar 21.000.000 rupiah.
Pada 2022, data GAIKINDO menunjukkan bahwa Wuling Motor merajai 78 persen pangsa pasar EV di Indonesia, diikuti oleh Hyundai Motor asal Korsel dengan 20 persen dan Toyota asal Jepang dengan 1,4 persen.
Dalam pameran otomotif tahunan GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) yang diselenggarakan di Tangerang pada 10 hingga 20 Agustus, berbagai model EV asal China mendominasi area pameran.
Setidaknya tujuh varian baru EV asal China diperkenalkan dalam pameran tersebut, termasuk Neta V dari produsen mobil Hozon Auto Manufacturing, Seres E1 dari Sokonindo Automobile, dan EV Multi-Purpose Vehicle (MPV) Maxus Mifa 9 yang diproduksi di bawah naungan Indomobil Group.
Seres E1 menjadi EV paling terjangkau yang dipamerkan dalam GIIAS kali ini, dengan harga 189 juta rupiah per unit.
Selama 10 hari penyelenggaraan GIIAS, GAIKINDO mencatat Wuling Air EV China sebagai produk terlaris, dengan angka SPK (Surat Pemesanan Kendaraan) mencapai 885 unit atau 50 persen dari total 1.771 unit penjualan EV di GIIAS. Disusul Hyundai Ioniq 5 asal Korea Selatan dengan 776 unit.
Sementara itu, Seres E1 terjual hingga 688 unit. Salah satu pembelinya adalah Fina Ghaissani Fatwa, seorang wirausahawan berusia 36 tahun yang tinggal di Jakarta, yang berkunjung ke GIIAS pada 13 Agustus lalu. Dia mengungkapkan kepada Xinhua bahwa dirinya memang berniat membeli EV asal China saat menyambangi pameran tersebut.
“Saya membutuhkan EV kecil berwarna lembut untuk mengantar jemput anak-anak saya ke sekolah setiap hari, bukan untuk berkendara selama berjam-jam. Dan saya benar-benar jatuh cinta dengan Seres E1. Bentuknya sangat lucu dan, yang lebih penting lagi, harganya sangat terjangkau. Saya tidak percaya bisa mendapatkan mobil listrik dengan harga di bawah 200 juta rupiah,” ungkap Fatwa.
“Sejak awal, saya sudah memutuskan untuk membeli mobil listrik buatan China. Ini karena kita semua tahu bahwa kebanyakan barang buatan China di Indonesia relatif lebih murah dibandingkan produk Barat, bahkan lebih murah daripada produk Jepang. Dan dalam hal otomotif, saya tidak meragukan kualitas produk China,” tambahnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto baru-baru ini menyampaikan bahwa dengan semakin banyaknya merek EV asal China yang masuk ke Indonesia, semakin banyak pula dampak positif yang akan diterima oleh pasar Indonesia di sektor otomotif. Hal ini juga menunjukkan bahwa produsen mobil China telah membuktikan komitmen mereka untuk memproduksi kendaraan mereka di Indonesia.
“Kami melihat banyak EV asal China yang hadir dengan harga terjangkau. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan persaingan di pasar otomotif kita,” ujar Hartarto.
Riyanto, pengamat otomotif sekaligus peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia, mengatakan bahwa China telah mengambil langkah yang tepat dalam melakukan penetrasi pasar EV di Indonesia, negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.
“Konsumen Indonesia saat ini memiliki banyak pilihan yang terjangkau, dan pasar kita akan semakin kompetitif. Perlahan namun pasti, produsen mobil China akan mendapatkan kepercayaan dari konsumen Indonesia. Dari segi skala ekonomi, pabrikan China mampu bersaing dengan Jepang di sini,” kata Riyanto.
Laporan: Redaksi