Upaya terakhir pemerintahan Joe Biden untuk menyelesaikan berbagai masalah seputar konflik di kawasan Timur Tengah sebelum pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat tak mencapai hasil.
Washington, AS (Xinhua/Indonesia Window) – Dua pejabat tinggi Gedung Putih telah kembali ke Washington dari Timur Tengah setelah melakukan upaya terakhir pemerintahan Joe Biden untuk menyelesaikan berbagai masalah seputar konflik di kawasan tersebut sebelum pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS), lapor media AS padas Jumat (1/11).
Perjalanan tersebut dilakukan oleh Amos Hochstein, selaku utusan utama Washington yang ditugaskan untuk menghindari perang antara Israel dan Hizbullah, dan Brett McGurk, selaku koordinator Dewan Keamanan Nasional AS untuk Timur Tengah dan Afrika Utara. Perjalanan berakhir tanpa mencapai “resolusi konkret terhadap berbagai masalah,” termasuk gencatan senjata di Lebanon dan pembebasan sandera yang ditawan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, demikian dilaporkan oleh CNN, mengutip seorang pejabat AS.
Ketika berada di Israel pada Kamis (31/10), Hochstein dan McGurk bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Urusan Strategis Israel Ron Dermer, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, serta para pejabat senior Israel lainnya, ujar pejabat yang menjadi narasumber itu. Dia menggambarkan pembicaraan tersebut bersifat “substantif” dan “konstruktif.”
Fokus utama dari pertemuan itu adalah mengamankan gencatan senjata di Lebanon dan meminta Hamas membebaskan para sandera tanpa penundaan, ungkap narasumber, seraya menambahkan bahwa Hochstein dan McGurk “tidak akan merundingkan kedua isu itu secara terbuka.”
Hochstein mengatakan dalam sebuah unggahan di media sosial X pada Jumat bahwa laporan yang menyebutkan AS meminta Lebanon untuk mendeklarasikan gencatan senjata sepihak dengan Israel adalah “palsu.”
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada wartawan dalam sebuah jumpa pers pada Kamis bahwa “kemajuan yang bagus” telah dicapai sehubungan dengan implementasi Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701, yang menurutnya “akan menjadi dasar resolusi diplomatik” bagi konflik di Lebanon.
“Kami masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan,” kata Menlu AS Blinken.
Laporan: Redaksi