Penerbangan ditangguhkan akibat aksi protes disertai kekerasan di ibu kota RD Kongo

Uganda Airlines menangguhkan penerbangannya ke Kinshasa, ibu kota Republik Demokratik (RD) Kongo, menyusul aksi perusakan, penjarahan, bahkan pembakaran beberapa kedutaan besar yang dilakukan selama demonstrasi massa.
Kinshasa, RD Kongo (Xinhua/Indonesia Window) – Uganda Airlines pada Selasa (28/1) mengumumkan penangguhan penerbangannya ke Kinshasa, ibu kota Republik Demokratik (RD) Kongo, menyusul aksi perusakan, penjarahan, bahkan pembakaran beberapa kedutaan besar yang dilakukan selama demonstrasi massa.
Keputusan tersebut diambil setelah adanya aksi protes disertai kekerasan yang menargetkan sejumlah kedutaan besar asing atas situasi buruk di Goma, ibu kota Provinsi Kivu Utara, RD Kongo bagian timur, dan “tidak adanya tindakan” dari masyarakat internasional.
Para pengunjuk rasa terlihat di jalan-jalan utama di kota tersebut, mengganggu lalu lintas dan aktivitas komersial, membakar ban, dan meneriakkan slogan-slogan di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya serta markas besar pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Bagian luar Kedutaan Besar Prancis dibakar oleh pengunjuk rasa, sementara Kedutaan Besar Uganda yang berada di dekatnya juga dibakar dan dijarah. Suara ledakan terdengar di area sekitar Kedutaan Besar Rwanda dan layanan konsuler AS, menurut seorang reporter Xinhua.
Gubernur Kinshasa Daniel Bumba Lubaki pada Selasa mengumumkan penangguhan semua pawai dan aksi protes di kota tersebut, meskipun aksi damai lainnya masih direncanakan di sana. Blaise Kilimbalimba, komandan polisi Kinshasa, mendesak para demonstran untuk tetap tenang dan kembali ke rumah, seraya memperingatkan bahwa siapa pun yang menimbulkan masalah akan menghadapi konsekuensi serius.
Pertikaian kembali terjadi di Goma pada Selasa pagi waktu setempat setelah malam yang relatif tenang. Kelompok pemberontak Gerakan 23 Maret (March 23 Movement/M23) menyerang Goma sejak Ahad (26/1) malam.
Sumber-sumber lokal mengungkapkan kepada Xinhua bahwa pertempuran sengit berlangsung antara tentara RD Kongo dengan kelompok pemberontak tersebut sejak Selasa pagi. Menurut sumber militer, kelompok pemberontak itu telah menguasai area dekat bandara, titik strategis yang pernah dikuasai oleh M23.
Uganda pada Selasa mengatakan bahwa PBB telah mengevakuasi sebagian stafnya dari Goma. Henry Okello Oryem, menteri luar negeri Uganda yang bertanggung jawab atas kerja sama internasional, mengatakan kepada Xinhua melalui telepon bahwa staf administratif dan nonesensial PBB sudah dievakuasi ke Kampala, ibu kota Uganda, sebagai bentuk tindakan pencegahan di tengah eskalasi pertempuran dan perluasan teritorial oleh M23.
“Relokasi dan evakuasi staf nonesensial dan sipil PBB dari Goma ke Uganda, dalam kasus khusus ini, merupakan tindakan pencegahan demi keselamatan dan keamanan mereka. Kami akan menginformasikan jumlahnya setelah evakuasi selesai,” kata Oryem.

Uni Afrika (UA) pada Selasa mengecam kekerasan di RD Kongo bagian timur tersebut, dan meminta M23 untuk “meletakkan senjata” mereka.
Dewan Perdamaian dan Keamanan UA mengadakan pertemuan luar biasa tingkat menteri pada Selasa. Dalam pertemuan tersebut, Bankole Adeoye, komisaris UA untuk urusan politik, perdamaian, dan keamanan, mendesak “M23 untuk meletakkan senjata, menghormati perjanjian gencatan senjata pada Agustus 2024, dan memprioritaskan dialog demi mencapai solusi damai.”
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Ahad mengatakan bahwa dirinya sangat prihatin dengan eskalasi konflik di RD Kongo timur, serta menegaskan kembali kecamannya yang paling keras terhadap serangan M23 yang terus meluas hingga sampai ke Goma.
Guterres meminta M23 untuk segera menghentikan semua aksi pertikaian dan menarik diri dari wilayah-wilayah yang dikuasai. Lebih dari 400.000 orang terpaksa mengungsi sejak awal 2025 di RD Kongo timur, menurut PBB.
Laporan: Redaksi