Jakarta (Indonesia Window) – Jauh di bawah air di twilight zone atau zona senja lautan, terdapat komunitas ikan bercahaya, cumi-cumi, gurita, dan ubur-ubur.
Di lepas pantai Tahiti, para penyelam menemukan bahwa zona misterius dan remang-remang itu juga merupakan terumbu karang yang menjadi rumah bagi spesies yang biasanya membutuhkan sinar matahari dan kehangatan dangkal untuk berkembang.
Sekelompok ilmuwan penyelam menemukan terumbu karang besar berbentuk mawar antara sekitar 98 dan 213 kaki di bawah permukaan Samudra Pasifik di dekat pulau Tahiti Polinesia Prancis, UNESCO mengumumkan pada hari Kamis.
Terumbu karang yang ditemukan dalam kondisi ‘murni’ pada bulan November tahun lalu itu membentang hampir dua mil (sekitar 3,2 kilometer) panjangnya dan lebar 200 kaki (sekitar 60,9 meter).
Terumbu karang tersebut diyakini sebagai “salah satu terumbu karang sehat paling luas yang pernah tercatat,” kata UNESCO.
“Kami tahu permukaan bulan lebih baik daripada laut dalam. Hanya 20 persen dari seluruh dasar laut yang telah dipetakan,” kata Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azouley dalam rilis berita.
Temuan itu, seperti yang dikatakan UNESCO, “sangat tidak biasa,” karena karang cenderung tumbuh di kedalaman hingga sekitar 82 kaki (sekitar 24.9 meter), di mana airnya lebih hangat dan menerima lebih banyak cahaya.
Penyelam menghabiskan waktu sekitar 200 jam di bawah air untuk mempelajari terumbu karang, kata UNESCO.
Terumbu karang dalam sebelumnya tidak dapat dipelajari secara ekstensif karena belum tersedianya alat selam. Tetapi para penyelam sekarang memiliki peralatan yang diperlukan untuk menyelam lebih lama pada kedalaman yang lebih dalam, dan berencana untuk melanjutkan mempelajari area tersebut.
Alexis Rosenfeld, salah satu penyelam yang menjelajahi terumbu, mengatakan dalam sebuah posting Facebook yang ditulis dalam bahasa Prancis bahwa terumbu itu mirip dengan pekerjaan seorang “penjahit hebat.”
Dalam sebuah pernyataan, dia menambahkan bahwa “sangat ajaib untuk menyaksikan karang mawar raksasa yang indah yang membentang sejauh mata memandang.”
“Itu seperti sebuah karya seni,” katanya.
UNESCO mengatakan di Twitter bahwa penemuan itu adalah “lompatan besar ke depan” untuk sains, karena ditemukan sebagai bagian dari upaya organisasi untuk memetakan lautan.
Secara global, terumbu karang berada dalam bahaya.
Pada tahun 2020, para ilmuwan memperingatkan bahwa terumbu karang akan menurun 70-90 persen dalam waktu 20 tahun karena pemutihan (bleaching) parah akibat pemanasan global.
Pemutihan adalah suatu kondisi di mana alga karang mati, dan mengubah terumbu menjadi putih dan membuatnya lebih rentan terhadap penyakit.
Pada tahun 2100, para peneliti menemukan perubahan iklim dan polusi akan membuat lautan menjadi sangat asam sehingga hampir semua habitat terumbu karang diperkirakan akan musnah.
Satu-satunya situs terumbu karang yang menurut para ilmuwan masih akan layak pada saat itu adalah sebagian kecil dari Baja California di Amerika Serikat dan Laut Merah, yang keduanya tidak ideal karena kedekatan keduanya dengan sungai.
Sebuah studi yang diterbitkan di One Earth pada bulan September menemukan bahwa cakupan global karang hidup telah menurun setengahnya dari tahun 1957 hingga 2007, begitu pula kapasitas terumbu untuk mendukung ekosistem.
Beberapa efek dari perubahan iklim, termasuk kenaikan permukaan laut, pengasaman laut dari emisi bahan bakar fosil, dan badai yang lebih kuat, juga diperkirakan akan berdampak pada terumbu karang, menurut Coral Reef Alliance.
Semua faktor tersebut tidak hanya menjadi bencana bagi terumbu karang, tetapi juga bagi manusia dan kehidupan laut.
Menurut aliansi tersebut, terumbu karang mendukung lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia dengan menyediakan makanan, pendapatan, dan perlindungan pantai. Terumbu karang juga merupakan rumah bagi “jumlah spesies tertinggi dari ekosistem apa pun selain hutan hujan,” menurut Aliansi.
Tapi terumbu karang yang baru ditemukan bisa memberikan tanda harapan.
Peneliti Laetitia Hedouin dari Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Prancis mengatakan bahwa Polinesia Prancis mengalami peristiwa pemutihan “signifikan” pada 2019, tetapi terumbu “tampaknya tidak terpengaruh secara signifikan.”
“Penemuan terumbu karang ini dalam kondisi yang masih asli adalah kabar baik dan dapat menginspirasi konservasi di masa depan,” kata Hedouin. “Kami berpikir bahwa terumbu yang lebih dalam mungkin lebih terlindungi dari pemanasan global.”
Sumber: CBS NEWS
Laporan: Redaksi