Feature – Teknologi AI buka prospek baru bagi perawatan lansia di China

Para lansia berinteraksi dengan seekor anjing terapi di sebuah pusat dukungan bagi lansia dengan gangguan kognitif di Shanghai, China timur, pada 25 April 2023. (Xinhua)

Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) semakin diintegrasikan untuk menyederhanakan dan memperkaya kehidupan para warga lanjut usia di era digital.

 

Beijing, China (Xinhua) – Wang Yunbo, seorang warga Beijing berusia 65 tahun, dengan sepenuh hati menerapkan gaya hidup ‘pintar’.

“Saat saya menyalakan TV di rumah, daftar saluran favorit saya yang dipersonalisasi muncul di layar. Gelang pintar di pergelangan tangan saya menampilkan tingkat tekanan darah dan detak jantung harian saya, mengingatkan saya untuk minum obat. Saat saya naik bus, ponsel saya otomatis mengidentifikasi lokasi saya, dan kode pembayaran muncul,” tuturnya dengan puas.

Bagi Wang dan hampir 300 juta penduduk China berusia 60 tahun ke atas, yang sebagian besar tidak memiliki seseorang yang dapat selalu menemani dan kesulitan menggunakan perangkat elektronik, teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) semakin diintegrasikan untuk menyederhanakan dan memperkaya kehidupan mereka di era digital.

Angka resmi menunjukkan bahwa per akhir 2023, lebih dari 490.000 perusahaan China, baik milik negara maupun swasta, terlibat dalam bisnis perawatan lanjut usia (lansia), dengan fokus utama pada sektor kesehatan pintar, pariwisata yang berpusat pada kesehatan, pembiayaan, dan sektor antipenuaan.

Wang Haotian, seorang peneliti di Akademi Penelitian Makroekonomi di bawah Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China, mencatat bahwa teknologi dan model bisnis baru telah muncul dalam beberapa tahun terakhir untuk memenuhi permintaan konsumsi masyarakat lansia yang lebih personal, terdiversifikasi, dan fokus pada kualitas.

Menurut Komisi Kesehatan Nasional, China diperkirakan memiliki lebih dari 400 juta penduduk berusia 60 tahun ke atas pada 2033 mendatang, dan jumlahnya mendekati 500 juta pada 2050 mendatang, atau mencakup hampir 35 persen dari total populasi. Sekitar 90 persen dari populasi ini tinggal di rumah, 7 persen bergantung pada dukungan masyarakat, dan sisanya bergantung pada institusi komersial untuk perawatan sehari-hari. Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan para lansia yang tinggal di rumah menjadi prioritas.

Feng Wenmeng, peneliti di Pusat Penelitian Pembangunan di bawah Dewan Negara, mengatakan teknologi pintar dan digital baru telah menciptakan produk yang lebih terspesialisasi, aman, dan nyaman bagi para lansia. Ini termasuk perangkat yang memantau kondisi kesehatan, sepatu dengan sistem penentuan posisi, dan pakaian dengan sensor internal serta kantung udara yang mengembang (inflatable) saat mendeteksi jatuh, sehingga meredam benturan dan mengurangi risiko cedera.

Seorang warga Shanghai bermarga Liu yang berusia 70-an tahun bahkan telah menjalin ikatan dengan robot “pengasuhnya”. Dia mengobrol dengan robot tersebut setiap hari dan mengandalkan bantuannya untuk pekerjaan rumah tangga dan saran kesehatan. “Saya hampir tidak bisa hidup tanpanya sekarang,” katanya.

Namun, menurut para ahli, perusahaan-perusahaan China saat ini menerapkan teknologi AI mayoritas hanya pada layanan dasar perawatan lansia, belum secara efektif memenuhi beragam kebutuhan seperti layanan medis jarak jauh, sehingga menyisakan ruang yang signifikan untuk pengembangan lebih lanjut.

Tahun lalu, Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi China, bersama dengan 16 departemen pemerintah lainnya, merilis rencana kerja untuk lebih lanjut mengintegrasikan robot ke dalam berbagai skenario perawatan lansia guna meningkatkan tingkat kecerdasan layanan ini.

Para ahli memperkirakan adanya integrasi teknologi AI yang lebih mendalam di tahun-tahun mendatang, khususnya pada produk rumah tangga pintar, perangkat wearable, dan robot, dengan penggunaan 5G, mahadata, komputasi awan, dan teknik canggih lainnya untuk mencapai akurasi dan interaksi yang lebih tinggi antara manusia dan robot.

Bank of Shanghai, lembaga pembayaran pensiun terbesar di kota tersebut, bermitra dengan SenseTime, perusahaan perangkat lunak AI terkemuka, untuk mengembangkan karyawan AI yang dapat berinteraksi dengan cara yang sangat mirip dengan manusia yang menawarkan layanan suara di aplikasi selulernya. Inisiatif ini menindaklanjuti masukan bahwa banyak pengguna mobile banking yang masih harus mengunjungi cabang karena kendala teknis. Dengan layanan ini, seorang pengguna bermarga Xu yang berusia 82 tahun dapat mengetahui saldo rekening pensiunannya di ponselnya dengan mengikuti arahan suara dari karyawan AI.

International Telecommunication Union baru-baru ini memilih kasus ini di antara batch pertama 40 kasus ‘AI for Good’ di seluruh dunia. SenseTime berencana untuk mengoptimalkan lebih lanjut karyawan AI itu dengan meningkatkan respons emosional mereka dan menyesuaikan gambar mereka agar lebih kompatibel dengan model ponsel yang berbeda-beda.

Namun, seiring dengan pertumbuhan pesat industri perawatan lansia dengan meningkatnya penggunaan AI, sejumlah kekhawatiran pun muncul. Beberapa lansia menganggap produk AI terlalu mahal dan terkadang tidak dapat diandalkan, sementara keluarga mereka khawatir tentang pelanggaran privasi dan risiko penipuan yang menyasar kelompok rentan.

Hu Zuquan, peneliti di Pusat Informasi Negara, menyarankan agar China dapat belajar dari pengalaman negara-negara seperti Belanda, Jepang, dan Inggris dalam mengembangkan ekonomi lansia dengan bantuan AI.

Justine Coulson, perwakilan Dana Kependudukan PBB (United Nations Population Fund) untuk China, mengungkapkan harapan bahwa eksplorasi China pada ekonomi lansia dalam satu dekade mendatang akan menjadi contoh berharga bagi negara-negara berkembang lainnya.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan