Oleh Aat Surya Safaat*
Bernama pena ‘Israkhansa’ dan nama panggilan ‘Khansa’, gadis pemilik nama lengkap Tasneem Khaliqa Israkhansa itu saat ini kian dikenal di kalangan penulis muda di Tanah Air.
Ayahanda dari penulis muda tersebut, Dr. TM Luthfi Yazid, SH, LL.M, seorang pengacara ternama, dalam perbincangan dengan wartawan baru-baru ini mengemukakan, Khansa lahir di Coventry, Inggris, pada 2002, di kota yang seakan menyimpan napas sang maestro Shakespeare.
Menurut Pengacara Capres/Cawapres RI tahun 2019 dan 2024 yang kini mendapat amanah sebagai Ketua Umum Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI) itu, Khansa sejak belia sudah asyik tenggelam dalam kegemaran menulis, membaca, dan melukis.
Tak hanya diliputi oleh angin Inggris, masa kecilnya juga diwarnai semarak kota Choufu, Tokyo Jepang, tempatnya mengenyam pendidikan dasar dari kelas 2 hingga kelas 4 Sekolah Dasar.
Pada usia 16 tahun, dengan keberanian yang terbit dari kegemarannya bercorat-coret, Khansa mulai menerbitkan karya-karyanya yang hingga kini telah terkumpul total lima buah buku.
Satu di antaranya ialah ‘Usai Sebelum Dimulai’ (Penerbit Republika, 2019) yang mendapat penganugerahan Buku Kategori Ilustrasi Terbaik oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) pada ‘Islamic Book Award 2020’.
Selama kuliah, Khansa dikenal sebagai mahasiswi aktif, baik di dalam maupun di luar kampus. Dirinya bahkan sempat menerbitkan buku antologi puisi terbaru berjudul ‘Semoga Menjadi Iya; Hope It Will Be’ menjelang awal 2024 yang diterbitkan Republika dan kini dapat ditemukan di seluruh Gramedia.
Meski jadwalnya padat di tengah perkuliahan sembari menggeluti dunia organisasi, jurnalistik, dan magang di berbagai instansi, Khansa menutup tahun terakhir masa kampusnya dengan menjadi Timses Muda Nasional salah satu Capres-Cawapres pada Pilpres 2024 dan Timses Cagub-Cawagub 2024.
Impiannya untuk terus berkontribusi demi masa depan anak bangsa yang lebih baik, masih panjang. Lewat gelar sarjana hukum (S.H.) yang sedang diperjuangkannya di Fakultas Hukum Univesitas Indonesia saat ini, kiranya kelak Khansa tetap berakar pada dedikasi dan idealismenya.
Penulis muda bertalenta ini bercita-cita menjadi seorang pengacara, sekaligus penulis dan jurnalis, sehingga menjadi suara bagi mereka yang tak didengar dan melindungi hak-hak mereka, khususnya para kaum rentan.
Salah satu puisinya yang menarik dan menyentuh berjudul ‘Di Tanganmu, Musim Meluruh’. Puisi ini menggambarkan kehadiran seseorang yang memberikan kehidupan bagi seorang lainnya (berpengaruh besar).
Jika biasanya musim gugur identik dengan kesedihan (disimbolkan dengan kerontokan) dan datang dengan perubahan yang suram, puisi tersebut mencoba menghadirkan perspektif bahwa di tangan orang tersebut kehidupan justru dapat tumbuh dan berkembang, sekalipun sebenarnya ia dalam keadaan rapuh.
Berikut ini puisinya yang ditulis pada Senin, 20 Januari 2025:
‘Di Tanganmu, Musim Meluruh’
Di tanganmu, entah apa musim gugur masih ada.
Sebab, pada ranting-ranting rapuh,
nyanyian tumbuh, melagukan kelembutan;
hujan tak lagi menutup
dunia dengan duka dalam pekat awannya—
ia hadir, menjelma mata air
di jantung sunyi.
Kau, punya rahasia yang tak pernah kujelang.
Membisikkan hidup pada benih mati,
bagaimana bisa mudah saja kau membuatnya terjadi?
Memekarkan kehidupan,
walau yang kutahu, melayu adalah apa
yang angin hanya perintahkan padamu.
Dingin sekalipun tak menggigilkan
bunga-bunga di dadamu, rupanya —
meski itu berarti harus melawan ritme waktu.
Mungkin kau adalah tukang sihir;
Tapi, kalau boleh aku menduganya,
kau cinta yang _tak perlu waktu_.
Berbesar kepala seolah
kau adalah poros segala yang hidup,
memutar musim
semau-mau rindumu, _padaku._
*Aat Surya Safaat adalah penulis dan wartawan senior. Pernah menjadi Kepala Biro Kantor Berita ANTARA New York (1993-1998) dan Direktur Pemberitaan ANTARA (2016).