Jakarta (Indonesia Window) – Pekerja migran yang hampir mencapai masa tinggal maksimum 12 atau 14 tahun di Taiwan kini dapat meminta majikan mereka mengajukan perpanjangan izin kerja selama satu tahun atas nama mereka, kata Badan Pengembangan Tenaga Kerja (WDA) di bawah Kementerian Tenaga Kerja Taiwan, Selasa (31/5).
Perpanjangan akan berlaku bagi pekerja migran yang bekerja di sektor produksi, yang saat ini dibatasi untuk bekerja maksimal 12 tahun di Taiwan, dan juga untuk pengasuh migran swasta berbasis rumahan, yang saat ini dapat bekerja di Taiwan maksimal 14 tahun, kata WDA dalam sebuah pernyataan.
Langkah ini dirancang untuk mengurangi risiko pergerakan lintas batas selama pandemik COVID-19 dan untuk menghemat sumber daya yang terkait dengan karantina dan pengujian, kata WDA, menambahkan bahwa kebijakan tersebut dapat disesuaikan dengan perkembangan terkait pandemik.
Bagi mereka yang memenuhi kualifikasi, persetujuan pekerja harus dibuat sebelum majikan mengajukan permohonan perpanjangan kepada Kementerian Tenaga Kerja, kata WDA.
Permohonan hanya dapat dilakukan 30 hari sebelum atau setelah berakhirnya izin kerja yang ada, imbuh WDA.
Badan tersebut mencontohkan, pengasuh migran swasta berbasis rumahan yang izin kerjanya akan berakhir pada 15 Juli 2022, sementara dia akan mencapai total akumulasi 14 tahun bekerja di Taiwan, dapat diperpanjang izinnya hingga 15 Juli 2023.
Saat ini, sekitar 35.320 pekerja migran bisa mendapatkan keuntungan dari kebijakan perpanjangan, menurut WDA.
Menurut statistik Kementerian Tenaga Kerja Taiwan terbaru, ada total 666.371 pekerja migran di Taiwan pada akhir April. Angka ini terdiri atas 446.485 orang yang bekerja di sektor produksi, dan 219.886 di sektor kesejahteraan sosial.
Kritik
Meskipun ada kesempatan bagi pekerja migran untuk memperpanjang izin kerja mereka selama satu tahun, banyak kelompok sipil mengkritik aturan Taiwan yang mengatur masa tinggal pekerja migran.
Menurut Jaringan Pemberdayaan Migran di Taiwan (MENT), sebuah koalisi kelompok sipil yang mempromosikan hak-hak pekerja migran, perlakuan berbeda yang diberikan kepada pekerja asing ‘kerah putih’ dan ‘kerah biru’ dikatakan ‘diskriminatif’ dan ‘anti –equality’ (tidak setara) karena perbedaan lama mereka diizinkan untuk tinggal dan bekerja di Taiwan.
Tidak ada batasan waktu maksimal bagi pekerja asing ‘kerah putih’, sedangkan pekerja asing ‘kerah biru’ hanya diperbolehkan bekerja di Taiwan maksimal 12-14 tahun, kata MENT dalam sebuah pernyataan pada 8 Mei.
Buruh migran “hanyalah ‘pekerja tamu’ cadangan dan sekali pakai bagi majikan, yang pada akhirnya harus pergi,” keluh kelompok itu.
Pada tanggal 30 April, Kementerian Tenaga Kerja Taiwan meluncurkan jalur ke tempat tinggal permanen di Taiwan untuk pekerja migran, di mana langkah pertama adalah direklasifikasi sebagai ‘pekerja terampil tingkat menengah’ jika mereka telah bekerja di bidang yang ditunjuk setidaknya selama enam tahun dan memenuhi kondisi tertentu, seperti persyaratan upah minimum.
Namun, tingkat pendapatan yang dibutuhkan telah mendapat kritik, terutama dari pengasuh migran yang bekerja di rumah pribadi, yang mengatakan bahwa gaji bulanan rata-rata mereka hanya sekitar 17.000 dolar Taiwan atau sekitar 8,4 juta rupiah meskipun mereka harus melakuan pekerjaan yang layak mendapat gaji bulanan minimum 24.000 dolar Taiwan (sekira 11,9 juta rupiah).
Sumber: CNA
Laporan: Redaksi