Jakarta (Indonesia Window) – Studi terbaru oleh tim peneliti China menemukan bahwa belalang tidak terlahir sebagai penerbang maraton atau sprinter (pelari cepat jarak pendek), tapi bergantung pada apakah mereka tumbuh dalam kawanan yang besar.
Beberapa belalang merupakan penerbang jarak jauh, mengepakkan sayap mereka secara terus-menerus selama 10 jam, sementara lainnya terbang cepat dan kelelahan dalam waktu singkat, menurut studi terbaru dari tim peneliti dari Akademi Ilmu Pengetahuan China (Chinese Academy of Sciences/CAS), yang dilansir Kantor Berita Xinhua, Kamis.
Tim peneliti CAS mempelajari kemampuan terbang belalang yang bermigrasi dan belalang penyendiri. Mereka menemukan bahwa kehidupan berkelompok para belalang saat masih muda memungkinkan serangga ini melakukan terbang jarak jauh namun relatif lambat.
Di sisi lain, belalang penyendiri ternyata tidak memiliki kemampuan terbang yang lemah seperti yang diperkirakan sebelumnya. Mereka ternyata memiliki kemampuan terbang yang cukup baik, namun kurang dalam hal stamina, menurut studi yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) itu.
Menurut tim peneliti, belalang penyendiri disibukkan dengan kegiatan mencari pasangan dan melarikan diri dari predator sepanjang hidup mereka, dan mereka tidak perlu bermigrasi. Oleh karena itu, otot terbang mereka beradaptasi dengan jalur metabolisme yang mendorong pergerakan cepat dan menghasilkan lebih banyak spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS). Mekanisme semacam itu membatasi mereka untuk melakukan terbang jarak jauh.
Sebaliknya, dalam kawanan yang padat dan kompetitif, belalang harus melakukan perjalanan panjang untuk memperoleh makanan yang cukup dan tempat bertelur yang baik, sehingga mereka melakukan metabolisme lewat cara mengganti kemampuan sprint dengan daya tahan.
Belalang yang bermigrasi dapat terbang sejauh lebih dari 2.000 kilometer secara berkelompok dalam satu generasi, ujar peneliti di Institut Ilmu Kehidupan Beijing di bawah CAS, Kang Le, yang terlibat dalam studi itu.
Tim Kang melakukan eksperimen pada asam ribonukleat (RNA) belalang yang diketahui menekan aktivitas metabolisme tersebut dan kecepatan terbang awal belalang penyendiri menjadi berkurang secara signifikan.
Selain itu, peningkatan level ROS benar-benar menghambat kemampuan terbang jauh belalang yang hidup berkelompok, menurut studi tersebut.
Pertukaran antara kecepatan dan keberlanjutan dapat dibentuk ulang secara cepat tergantung pada kepadatan populasi hama itu, kata tim peneliti.
Studi itu menunjukkan bahwa strategi terbang belalang memiliki banyak kegunaan bagi kelangsungan hidup, menawarkan pemahaman baru terkait perilaku adaptif spesies tersebut.
Temuan ini dapat diuraikan dengan membandingkan antara kontur otot binaragawan dan pelari jarak jauh, di mana pelatihan alih-alih gen menjadi pembedanya.
Laporan: Redaksi