Sertifikasi halal menjadi keniscayaan, baik bagi para pelaku usaha yang berada di rantai produksi hingga konsumen yang menikmati produk-produk tersebut.
Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Dengan penduduk Muslim yang mencapai angka 240,8 juta jiwa dari total populasi 270,20 juta orang, sertifikasi halal menjadi keniscayaan, baik bagi para pelaku usaha yang berada di rantai produksi hingga konsumen yang menikmati produk-produk tersebut.
“Sertifikasi halal menjadi isu besar di Indonesia karena hal ini menjadi kewajiban yang dilakukan secara massal,” ujar Direktur Halal Partnership & Audit Service, Global Halal Center (GHC) Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika MUI (LPPOM MUI), Dr. Muslich, saat berdiskusi dengan Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) Koordinator Wilayah (Korwil) Bogor, di Bogor, Senin (27/5).
Dia menerangkan bahwa ada empat regulasi yang menaungi kewajiban sertifikasi halal produk di Tanah Air, yakni Undang-undang RI No 6 Tahun 2023 – Penetapan Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU; Peraturan Pemerintah RI No 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal; Undang-undang RI No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal; dan Peraturan Menteri Agama RI No 26 Tahun 2019 – Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal.
Menurut Muslich, ada empat jenis utama produk yang harus mengantongi sertifikasi halal agar dapat beredar di masyarakat, yakni makanan dan minuman, bahan baku atau bahan penolong/tambahan, hewan sembelihan, serta jasa maklun (manufaktur).
“Untuk hewan sembelihan, sertifikasi halal diberlakukan bagi tempat potong hewan, termasuk tempat potong unggas. Untuk jasa maklon juga mencakup jasa logistik, retailer (pengecer), dan warung,” urainya, seraya menambahkan sertifikasi halal juga harus dimiliki oleh toko yang menjual beragam produk kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Toko-toko retailer skala besar, katanya, seperti Hypermart, Transmart, dan GrandLucky, masih menjual alkohol dan produk tidak halal. Namun, sertifikasi halal menjamin produk-produk halal lainnya yang dijual tidak terkena najis.
Meskipun telah diatur dengan empat regulasi tersebut disertai sanksi, menurut Muslich, capaian dari target sertifikasi halal untuk produk-produk yang dihasilkan para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), masih sangat kecil.
“Kementerian Koperasi dan UKM masih memiliki 43 juta UMK yang bergerak di sektor makanan dan minuman yang harus mengurus sertifikat halal. Sementara tenggat waktu untuk sertifikasi halal paling lambat pada 17 Oktober 2024,” ujar Muslich.
Oleh karena itu, lanjutnya, LPPOM MUI siap membantu secara optimal para pelaku UKM agar dapat memenuhi regulasi terkait sertifikasi halal. “Jika tidak memiliki sertifikasi halal, maka akan ada sanksi tidak boleh berjualan, atau harus ‘rela’ menyatakan bahwa produk jualannya tidak halal,” tuturnya.
Selain itu, imbuhnya, bagi produk-produk yang telah mendapatkan label halal MUI “lama” yang berwarna “hijau”, maka boleh diterapkan hingga Februari 2026. “Setelah itu, para pelaku usaha harus mengganti label halal ini dengan logo halal baru yang berwarna ungu dan berbentuk seperti kubah masjid, dilengkapi dengan nomor,” kata Muslich.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Klub Bisnis KPMI Korwil Bogor, Kusnan bin Kundori, menyambut baik komitmen LPPOM MUI dalam membantu para pelaku UKM dalam mengurus sertifikasi halal.
“Para pelaku usaha, terutama skala kecil, belum banyak yang menyadari pentingnya sertifikasi halal, atau belum memahami bagaimana cara mendapatkan sertifikat halal untuk produk-produk mereka,” ujarnya.
Upaya memahamkan dan membangun kesadaran tersebut, lanjutnya, sesuai dengan salah satu pilar KPMI, yakni edukasi dan literasi.
“Kami berharap KPMI sebagai salah satu wadah bagi para pelaku usaha dapat bekerja sama dengan LPPOM MUI dalam membantu UKM mendapatkan sertifikasi halal. Hal ini agar usaha mereka tetap berjalan, bahkan terus berkembang karena dengan adanya sertifikat halal, maka produk mereka akan memiliki nilai tambah,” ucap Kusnan.
Berkaitan dengan produk yang telah bersertifikat halal, Networking & Product Development LPPOM MUI, Andriawan Subekti, menegaskan bahwa produk yang mencantumkan logo halal akan memiliki peluang lebih besar untuk dipasarkan di luar negeri.
Di beberapa negara sertifikat halal harus diterbitkan oleh lembaga sertifikasi yang diakreditasi atau diakui oleh negara tujuan ekspor. LPPOM MUI sudah berdiri sejak 35 tahun, dan sudah terakreditasi ISO 17065, GSO 2055 (standar dari negara-negara Teluk), UAE 2055 (Uni Emirat Arab), dan SMIIC (Standards and Metrology Institute for Islamic Countries), jelasnya.
Dia menambahkan, layanan sertifikasi halal Global Halal Center juga didukung laboratorium yang telah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO/IEC 17025.
Oleh sebab itu, lanjutnya, sertifikasi halal LPPOM MUI juga mencakup aspek kualitas dan keamanan produk. “Sehingga produk yang bersertifikat halal dari LPPOM MUI tidak hanya halal tapi juga thayyib (baik) sesuai syariat Islam,” tegas Bekti.
“Sejauh ini LPPOM MUI sudah melayani lebih dari 50.000 pelaku usaha yang tersebar di 65 negara, dan kami pun sudah bekerja sama dengan lebih dari 55 lembaga halal seluruh dunia,” ujarnya.
Meskipun LPPOM MUI menjadi rujukan lembaga-lembaga halal di dunia, sertifikasi halal di Tanah Air masih menghadapi sejumlah tantangan.
“Pelaku usaha masih tidak aware dengan tahapan kewajiban dan proses sertifikasi halal. Untuk menjawab tantangan ini, kami menyediakan narasumber untuk menjelaskan informasi terkait hal ini dalam bentuk seminar/webinar, kelas-kelas intensif untuk pendaftaran sertifikasi halal kepada pelaku usaha,” jelasnya.
Data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan, penerbitan sertifikat halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk semua jenis produk yang baru sejak 2019 hingga 15 Mei 2024 mencapai 4.418.343 produk, dari target sebanyak 10.000.000 produk. Dengan demikian, angka tersebut baru mencapai 44,18 persen. Padahal, jumlah UMK di Indonesia tercatat sekitar 28 juta unit usaha.
Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo telah memutuskan pengunduran wajib halal untuk UMK makanan dan minuman dari semula 2024 menjadi 2026.
Laporan: Redaksi