Jakarta (Indonesia Window) – Meski sampah plastik telah menjadi masalah global, sekitar 300 juta ton plastik masih diproduksi di seluruh dunia setiap tahun dengan hanya sekitar 10 persen yang didaur ulang.
Dari plastik yang dibuang begitu saja, diperkirakan tujuh juta ton berakhir di laut setiap tahun.
Berbagai upaya dilakukan berbagai pihak guna mengubah limbah plastik menjadi produk yang berguna, alih-alih hanya menjadi gunungan sampah yang merusak lingkungan.
Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) pada Kementerian Perindustrian telah melakukan riset pengolahan sampah plastik jenis polietilena (kantong plastik) sejak tahun 2009 yang bertujuan mengubah limbah plastik menjadi senyawa lain yang lebih bermanfaat melalui proses pirolisis, sebut laporan dari Jaringan Pemberitaan Pemerintah (JPP) yang dikutip di Jakarta, Senin.
Kepala BBKK Wiwik Pudjiastuti menjelaskan, reaktor pirolisis untuk mengubah bahan baku limbah plastik menjadi minyak mentah terdiri atas tabung reaktor tegak yang dilengkapi dengan tiga instrumen.
Tiga alat tersebut adalah inlet katalis untuk memasukkan katalis ke reaktor; inlet bahan baku untuk memasukkan bahan baku ke reaktor; dan pencampur mekanis untuk menghasilkan campuran yang homogen sehingga memperluas permukaan sampel dan mudah menguap.
Instrumen lainnya adalah pemanas elektrik yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan sifat fasa gas yang terbentuk selama proses, dan kondensor untuk mengubah fasa gas menjadi fasa cair yang dilengkapi dengan tipe tabung tunggal guna memastikan semua fasa gas terkondensasi sempurna.
Reaktor pirolisis tersebut juga memiliki saluran gas yang tidak terkondensasi dan dapat ditampung untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar gas; saluran residu pada bagian bawah tabung reaktor untuk mengeluarkan sisa padatan; serta penampung minyak mentah di ujung bawah kondensor.
“Produk yang dihasilkan oleh alat pirolisis hasil rekayasa BBKK ini memiliki karakteristik setara solar dan setara pelarut yang merupakan hasil uji dari Lemigas (Lembaga Minyak dan Gas),” ungkap Wiwik.
Berdasarkan uji laboratorium minyak mentah yang dihasilkan dari reaktor pirolisis tersebut memiliki spesifikasi mendekati jenis pelarut yang dihasilkan oleh PT. Pertamina.
Jenis pelarut tersebut, yaitu Pertasol (10 persen), Minasol (10 persen), dan Low Aromatic White Spiritus (spiritus putih beraroma rendah) (30 persen) serta solar (40 persen) dengan nomor setana sebesar ± 60 sesuai spesifikasi Euro4.
Selain keempat pelarut itu, hasil samping yang juga bisa dimanfaatkan adalah gas, yang jika diproses lebih lanjut dapat digunakan sebagai bahan bakar gas.
Gas yang dihasilkan melalui proses pirolisis, yaitu hidrogen 9,1 persen, metana 4,7 persen, etana 4,6 persen dan propana 12,2 persen dengan nilai kalor 1209,25 BTU/ft3 (British Thermal Unit)/kaki kubik.
Jika dibandingkan dengan nilai kalor gas alam yang sudah diolah (924 BTU/ft3 sampai 1027 BTU/ft3) dan nilai kalor gas pipa (950 BTU/ft3 sampai 1250 BTU/ft3) dengan pengotor hidrogen sulfida (H2S) maksimum 16 ppm (part per million/bagian per juta), gas hasil proses pirolisis memiliki kandungan nilai kalor lebih tinggi sehingga mutunya lebih bagus sebagai bahan bakar serta tidak mengandung zat yang bersifat korosif.
“Gas yang sudah dipurifikasi dapat dimasukkan ke dalam tabung. Pengemasan dalam tabung akan memudahkan dalam penyimpanan. Gas hasil pirolisis juga telah terbukti dapat digunakan pada kompor gas, pembakaran dalam proses pirolisis, dan genset (mesin diesel),” jelas Wiwik.
Laporan: Redaksi