Proyeksi perekrutan Amerika Serikat untuk para mahasiswa yang lulus tahun ini lebih rendah dari tahun lalu, dengan organisasi keuangan, asuransi, dan real estate merencanakan penurunan perekrutan sebesar 14,5 persen, berbanding terbalik dengan kenaikan 16,7 persen pada tahun lalu.
New York City, AS (Xinhua/Indonesia Window) – Proyeksi perekrutan Amerika Serikat (AS) untuk para mahasiswa yang lulus tahun ini lebih rendah dari tahun lalu, dengan organisasi keuangan, asuransi, dan real estate merencanakan penurunan perekrutan sebesar 14,5 persen, berbanding terbalik dengan kenaikan 16,7 persen pada tahun lalu, menurut hasil survei musim semi terhadap para pemberi kerja yang dilakukan Asosiasi Perguruan Tinggi dan Pemberi Kerja Nasional AS.
“Selama hampir tiga tahun terakhir, para pemberi kerja bersaing memperebutkan pekerja. Kini keadaannya sedikit berubah. Hanya sedikit pengusaha yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Tingkat PHK tetap mendekati rekor terendah. Namun, jumlah perusahaan yang melakukan perekrutan juga lebih sedikit,” tulis surat kabar The New York Times pada Kamis (5/9) dalam laporannya tentang survei tersebut.
Hal ini membuat para pencari kerja, baik yang sudah bekerja maupun yang masih menganggur, bersaing untuk mengisi lowongan pekerjaan yang terbatas. Menurut laporan itu, para pelamar yang lebih muda dan kurang berpengalaman, bahkan mereka yang baru saja mendapatkan gelar sarjana, merasa tersisih.
Secara terpisah, laporan terbaru dari Biro Statistik Ketenagakerjaan (Bureau of Labor Statistics/BLS) AS menunjukkan bahwa laju perekrutan secara keseluruhan di bidang jasa profesional dan bisnis, yang menjadi tujuan utama banyak lulusan muda, turun ke level yang belum pernah tercatat sejak 2009.
Di angka 4,3 persen, tingkat pengangguran masih tergolong rendah. Namun, salah satu indikator utama momentum pasar tenaga kerja yang dikenal sebagai tingkat perekrutan, yang melacak perekrutan dalam satu bulan sebagai bagian dari total penyerapan tenaga kerja, mengalami penurunan drastis ke laju lambat yang sebelumnya tercatat pada 2014, menurut laporan tersebut.
“Hal ini secara historis konsisten dengan tingkat pengangguran sebesar 6,5 persen,” demikian dikutip dari pernyataan Guy Berger, direktur riset ekonomi di Burning Glass Institute, yang mempelajari pasar tenaga kerja. “Ini adalah masa yang sulit untuk mencari pekerjaan.”
Laporan: Redaksi