Perangkat ini juga dilengkapi dengan kamera pencitraan termal yang memungkinkan drone untuk mengukur skala kebakaran hutan dan mendeteksi hewan atau manusia yang terancam bahaya.
Jakarta (Indonesia Window) – Satu armada drone akan ditambahkan ke dalam perlengkapan departemen kedaruratan Negara Bagian New South Wales di Australia, yaitu Fire and Rescue New South Wales (FRNSW). Armada drone tersebut akan berperan sebagai ‘mata di langit’ dalam operasi pemadaman kebakaran dan keadaan darurat lainnya.
Armada drone itu diluncurkan sebagai bagian dari investasi senilai 5,4 juta dolar Australia (55,3 miliar rupiah) di sektor layanan darurat negara bagian tersebut. Sekitar 200 petugas pemadam kebakaran (damkar) akan dilatih untuk mengendalikan drone.
“Armada drone ini sedang didistribusikan ke 25 wilayah regional, memberikan kru FRNSW pandangan dari udara untuk membantu mereka memadamkan api dengan lebih baik dan menjaga masyarakat tetap aman,” kata Menteri Pemulihan Banjir, Layanan Darurat, dan Ketahanan Australia Stephanie Cooke, pada Selasa (23/8).
Perangkat tersebut telah dilengkapi dengan jaringan komunikasi satelit, yang berarti para petugas akan dapat melihat lanskap berdasarkan waktu nyata (real time) dan dengan cepat merespons keadaan darurat.
Perangkat ini juga dilengkapi dengan kamera pencitraan termal yang memungkinkan drone untuk mengukur skala kebakaran hutan dan mendeteksi hewan atau manusia yang terancam bahaya.
Komandan Unit Kebakaran Hutan dan Penerbangan FRNSW Scott Donohoe mengatakan drone dapat diaktifkan di lokasi keadaan darurat hanya dalam hitungan menit.
“Drone disimpan di kendaraan kami dan siap untuk digunakan, alat tersebut menyediakan gambar dari udara bagi para komandan FRNSW yang dapat membantu menentukan lokasi paling aman dan paling efektif untuk memosisikan truk pemadam kebakaran dan kru,” kata Donohoe.
Drone sudah mulai digunakan saat wilayah di sepanjang pesisir timur Australia dilanda banjir. Perangkat itu melakukan penilaian terhadap kerusakan infrastruktur dan mendeteksi puing-puing yang tersisa.
Pekan lalu, Biro Meteorologi (Bureau of Meteorology/BoM) Australia mengumumkan peluang terjadinya La Nina untuk tahun ketiga berturut-turut sebesar 70 persen, yang kemungkinan akan kembali menyebabkan musim panas yang lebih basah dari biasanya.
Penelitian terdahulu dari lembaga penelitian Australia, CSIRO, yang telah melacak musim-musim kebakaran Australia sejak 1930, menemukan bahwa meskipun La Nina dapat mengurangi risiko kebakaran dalam jangka pendek, tahun-tahun setelah sistem La Nina ini akan menjadi periode paling berisiko dalam hal kebakaran hutan.
Studi tersebut mengaitkan hal ini dengan peningkatan ‘muatan bahan bakar’ seiring area vegetasi menjadi semakin lebat dan kemudian mengering akibat cuaca ekstrem yang lebih parah akibat perubahan iklim.
*1 dolar Australia = 10.247 rupiah
Sumber: Xinhua
Laporan: Redaksi