Peningkatan kemiskinan ekstrem global tercatat untuk kali pertama dalam 20 tahun, dengan ketimpangan meningkat tajam dan tetap tinggi, menyebabkan kemunduran dalam indikator-indikator utama kemajuan pembangunan sosial.
PBB (Xinhua/Indonesia Window) – Peningkatan kemiskinan ekstrem global tercatat untuk kali pertama dalam 20 tahun, dan ketimpangan meningkat tajam dan tetap tinggi, saat guncangan beruntun, yang dimulai dengan pandemik COVID-19, telah menyebabkan kemunduran dalam indikator-indikator utama kemajuan pembangunan sosial, demikian menurut sebuah laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diluncurkan pada Kamis (17/10).
Di saat pemulihan ekonomi makro sedang berlangsung, kemiskinan ekstrem tetap tinggi di negara-negara yang berada dalam situasi khusus, yang mengindikasikan kerentanan struktural yang mendalam. Pada 2022, kemiskinan ekstrem kembali ke level prapandemi di sebagian besar negara, kecuali negara-negara berpenghasilan rendah, kata Laporan Sosial Dunia (World Social Report) 2024, yang berjudul ‘Pembangunan Sosial di Masa Krisis yang Terjadi Secara Bersamaan: Seruan untuk Aksi Global’ (Social Development in Times of Converging Crises: A Call for Global Action) dan diluncurkan oleh Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB.
Tingkat pengangguran di negara-negara berpenghasilan rendah masih tinggi, dengan tingkat kesenjangan lapangan kerja meningkat dari 20 persen pada 2018 menjadi 21 persen pada 2023. Tren ini memperburuk ketimpangan pendapatan dan kekayaan yang ada di seluruh dunia, papar laporan itu.
Pada 2022, separuh populasi dunia yang paling miskin hanya memiliki 2 persen dari kekayaan dunia, sementara 10 persen populasi orang terkaya memiliki 76 persen.
Menurut laporan tersebut, krisis-krisis itu dapat mengakibatkan hilangnya output ekonomi kumulatif lebih dari 50 triliun dolar AS antara tahun 2020 hingga 2030, yang mencerminkan hilangnya kesempatan untuk berinvestasi dalam pembangunan sosial.
Dengan negara-negara yang bangkit secara bertahap dari berbagai krisis yang terjadi secara bersamaan, terdapat peluang untuk meminimalkan dampak jangka panjang dari krisis-krisis tersebut terhadap pembangunan sosial dan membangun masyarakat yang lebih tangguh, papar laporan itu.
Menurut laporan tersebut, dalam lingkungan kebijakan global saat ini, guncangan-guncangan yang terjadi akan lebih mudah berubah menjadi krisis yang melintasi batas, sehingga menuntut aksi internasional. Laporan itu menyerukan aksi global yang mendesak untuk mendukung upaya-upaya nasional dalam mengatasi kemunduran yang disebabkan oleh berbagai krisis global baru-baru ini, dan untuk menghindari perubahan guncangan-guncangan di masa depan menjadi krisis.
Laporan tersebut menekankan perlunya reformasi dan kembali berfokus pada pembiayaan pembangunan internasional untuk mendukung respons tingkat negara terhadap krisis global dan menciptakan ruang fiskal yang diperlukan untuk mendorong kemajuan sosial.
Laporan tersebut juga mengkaji langkah-langkah untuk meringankan beban utang negara-negara berkembang, dan mengeksplorasi bagaimana bantuan pembangunan resmi, dalam bentuk hibah dan pinjaman lunak, keringanan utang yang berarti dalam jangka pendek dan penguatan arsitektur utang negara dalam jangka panjang, dapat memajukan pembangunan sosial.
“Laporan ini menyoroti peran penting aksi multilateral dalam mendukung upaya-upaya di tingkat nasional untuk menemukan ruang fiskal guna memerangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, dan memastikan semua orang mendapatkan kesempatan yang adil dalam hidup,” ujar Under-Secretary General PBB untuk Urusan Ekonomi dan Sosial Li Junhua.
Laporan Sosial Dunia merupakan publikasi unggulan dari Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB mengenai isu-isu pembangunan sosial utama, mengidentifikasi tren sosial saat ini dan yang akan datang, serta memberikan analisis mengenai isu-isu pembangunan utama, baik di tingkat nasional maupun internasional.
*1 dolar AS = 15.516 rupiah
Laporan: Redaksi