Banner

Pemerintah India larang peliputan kerusuhan Delhi

Ilustrasi. (Photo by Florian Olivo on Unsplash)

Jakarta (Indonesia Window) – Pemerintah India pada Sabtu (7/3) memberlakukan larangan selama 48 jam pada dua saluran TV untuk menyiarkan liputan kerusuhan New Delhi yang disebut pejabat setempat sebagai berita bias.

Laporan kantor berita AFP menyebutkan bahwa pemadaman Asianet News dan MediaOne diperintahkan pada Jumat (6/3), namun dicabut setelah sejumlah kelompok oposisi dan saluran media melancarkan protes terhadap Kementerian Informasi dan Penyiaran.

Menteri Informasi India Prakash Javadekar mengatakan Perdana Menteri Narendra Modi meminta larangan itu dicabut setelah mengetahui hal tersebut.

“Keyakinan dasar kami adalah bahwa kebebasan pers sangat penting dalam pembentukan demokrasi,” kata Javadekar kepada wartawan ketika ditanya tentang langkah tersebut.

Sebuah pernyataan menyebutkan bahwa pemerintah menuduh media-media itu meliput kerusuhan mematikan bulan lalu di ibukota “dengan cara yang menyoroti serangan terhadap tempat-tempat ibadah dan memihak masyarakat tertentu”.

Banner

Setidaknya 50 orang tewas dalam kekerasan sektarian terburuk di Delhi dalam beberapa dekade, lebih dari dua pertiga dari mereka berasal dari minoritas Muslim India, menurut daftar rumah sakit.

Masjid dibakar dan dirusak bersama dengan toko-toko milik Hindu dan setidaknya 15 orang Hindu terbunuh.

MediaOne menyebut larangan itu “serangan terang-terangan terhadap pelaporan yang bebas dan adil” dan “tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak demokratis”.

Ia juga mengatakan pihaknya dihukum karena mengkritik polisi Delhi dan Rashtriya Swayamsevak Sangh, kelompok nasionalis Hindu yang dekat dengan partai sayap kanan Modi yang berkuasa.

Pers

Pemerintah India telah lama sensitif terhadap liputan dan kritik media, kata para analis.

Banner

Pada 2016, para pejabat melarang saluran berbahasa Hindi NDTV selama 24 jam karena menyiarkan detail serangan oleh militan di pangkalan angkatan udara.

Pemerintah juga melarang saluran yang berbasis di Qatar, Al Jazeera, selama lima hari pada 2015 karena menampilkan peta wilayah Kashmir yang disengketakan yang dianggap tidak benar.

Tahun lalu seorang jurnalis dipenjara karena komentar menghina di media sosial terhadap seorang menteri utama dari partai Modi.

Larangan terbaru memicu protes dari partai-partai oposisi.

“Semua pikiran demokratis harus bersatu untuk bersuara menentang keputusan fasis ini,” kata Ramesh Chennithala, anggota senior partai Kongres, di Facebook.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan