Banner

Mengungkap peran AS dalam eskalasi konflik Gaza (Bagian 2-selesai)

Matahari terbit dan menyinari Kota Khan Younis di Jalur Gaza selatan pada 7 Oktober 2024. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Pemerintah AS mempraktikkan kebohongan ketika negara itu terus-menerus membicarakan tentang kemungkinan untuk menyelesaikan situasi dan mencegah konflik semakin memanas.

 

Ashraf al-Ajrami, seorang pakar Palestina yang berbasis di Ramallah, mengatakan bahwa pemerintah AS mempraktikkan “kebohongan” ketika negara itu terus-menerus membicarakan tentang kemungkinan untuk menyelesaikan situasi dan mencegah konflik semakin memanas.

Janji-janji kosong

Jika memang pernyataan-pernyataan pemerintah AS dapat dipercaya, maka seharusnya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas sudah hampir tercapai sekarang.

AS telah secara aktif mengadvokasi penghentian permusuhan di Gaza sejak Mei, dan secara terang-terangan mengklaim bahwa pihak-pihak terkait “lebih dekat daripada sebelumnya” untuk mencapai kesepakatan.

Kendati demikian, meski ada komitmen publik untuk memediasi gencatan senjata, tindakan-tindakan yang diambil oleh AS menunjukkan cerita yang berbeda.

Sejak pecahnya konflik itu, AS telah menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB sebanyak empat kali, menolak resolusi yang berkaitan dengan konflik Gaza, dan menutup telinga terhadap seruan komunitas internasional untuk segera melakukan gencatan senjata. Selain itu, AS secara terbuka mendukung aksi militer Israel terhadap Iran dan Lebanon.

Osama Hamdan, juru bicara Hamas, menuding AS “hanya memberikan waktu tambahan bagi Israel untuk melanjutkan genosida” dengan memberikan janji-janji kosong mengenai kesepakatan gencatan senjata.

Untuk meredakan ketidakpuasan internasional atas dugaan kolusinya dengan Israel, AS tidak sepenuhnya mengabaikan bencana kemanusiaan yang terjadi di Gaza. Sejak konflik dimulai, Washington telah menyalurkan ratusan juta dolar AS dalam bentuk bantuan kemanusiaan ke wilayah itu. Namun, bantuan ini masih belum seberapa jika dibandingkan dengan bantuan militer sebesar 8,7 miliar dolar AS yang diberikan AS kepada Israel.

Di tengah serangan tanpa henti yang dilancarkan oleh Israel menggunakan bom buatan AS, para pengungsi Palestina di Gaza dipaksa berjuang demi mendapatkan remah-remah roti yang semakin langka. Dukungan tanpa syarat dari AS, ditambah dengan kegagalan Washington untuk mengamankan gencatan senjata di Gaza, telah memberanikan Israel untuk menyatakan perang besar-besaran, dan mendorong wilayah tersebut ke tepi jurang, kata Elgindy, seorang senior fellow di Institut Timur Tengah (Middle East Institute), sebuah wadah pemikir (think-thank) yang berbasis di AS.

Citra AS hancur

Respons AS yang mengecewakan terhadap konflik antara Hamas dan Israel telah secara signifikan menodai reputasi internasionalnya di Timur Tengah.

Sebuah jajak pendapat yang dilakukan sebelumnya pada tahun ini oleh Arab Center Washington DC di 16 negara Timur Tengah mengungkapkan bahwa 76 persen responden kini memandang peran AS di dunia Arab secara lebih negatif.

Penyelesaian konflik regional yang sesungguhnya mengharuskan negara-negara, termasuk Palestina, “menikmati hak-hak kenegaraan, kedaulatan, dan keamanan yang setara,” ujar Rami G Khouri, seorang fellow terkemuka di Universitas Amerika di Beirut (American University of Beirut), dalam sebuah artikel di situs web Al Jazeera.

“AS dan Israel mengungkapkan pernyataan yang tidak jelas mengenai hal ini, tetapi tindakan mereka justru menghalangi upaya perdamaian yang serius dan mendorong konflik militer berkepanjangan,” ungkap Khouri.

Pendapat Khouri diamini oleh Juan Cole, seorang profesor sejarah di Universitas Michigan, yang mengatakan bahwa pemerintah AS membiarkan pemerintah Israel “sepenuhnya mengabaikan hukum internasional ketika menyangkut perlakuannya terhadap Palestina.”

“Singkatnya, kita saat ini sedang menyaksikan runtuhnya ikatan pengaruh AS di Timur Tengah,” tambah Cole dalam sebuah artikel opini di majalah The Nation.

The New York Times bahkan lebih lugas dalam penilaiannya terhadap peran Washington dalam konflik Gaza, dengan menyatakan secara blak-blakan bahwa dampak AS dalam menyelesaikan krisis tersebut adalah “nol.” Artikel itu lebih lanjut mengkritik kebijakan Biden di Timur Tengah, dengan menyatakan bahwa “setahun setelah serangan teror 7 Oktober, kebijakan Biden di Timur Tengah tampaknya merupakan kegagalan baik secara praktis maupun moral.”

*1 dolar AS = 15.680 rupiah

Selesai

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan