Fokus Berita – Tarif proteksionis UE terhadap EV China hadapi reaksi keras dari industri dan pejabat
Pemberlakuan tarif antisubsidi terhadap kendaraan listrik (electric vehicle/EV) buatan China telah memicu penolakan keras dari dalam UE dan pemangku kepentingan utama industri.
Brussel, Belgia (Xinhua/Indonesia Window) – Komisi Eropa pada Selasa (29/10) mengumumkan pemberlakuan tarif antisubsidi terhadap kendaraan listrik (electric vehicle/EV) buatan China, sebuah keputusan yang telah memicu penolakan keras dari dalam UE dan pemangku kepentingan utama industri.
Mulai Rabu (30/10), tarif ini akan berlaku selama lima tahun dengan tarif yang bervariasi terhadap sejumlah produsen mobil terkemuka China, yakni 17 persen untuk BYD, 18,8 persen untuk Geely, dan 35,3 persen untuk SAIC.
Perusahaan-perusahaan lainnya yang kooperatif dalam investigasi akan dikenakan tarif sebesar 20,7 persen, sementara perusahaan yang tidak kooperatif akan dikenakan tarif maksimum 35,3 persen, menurut pernyataan komisi tersebut.
Meskipun ada keputusan ini, Komisi Eropa mengatakan bahwa UE dan China masih menjajaki langkah-langkah alternatif dalam pedoman WTO untuk mengatasi masalah perdagangan.
Keputusan tersebut memicu ketidakpuasan yang luas di antara negara-negara anggota UE dan pemangku kepentingan industri. Para kritikus berpendapat bahwa tarif semacam itu dapat membebani konsumen Eropa, memperburuk hubungan perdagangan dan investasi UE-China, menghambat transisi Eropa ke sektor otomotif yang lebih ramah lingkungan, dan pada akhirnya melemahkan upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.
Kementerian ekonomi Jerman menegaskan kembali komitmennya terhadap “pasar terbuka,” menggarisbawahi betapa pentingnya jaringan perdagangan global bagi negara itu. Mereka juga menyerukan negosiasi lanjutan dengan China guna meredakan ketegangan sekaligus melindungi industri UE.
Slowakia, sebagai salah satu pihak yang memberikan suara tidak setuju dalam pemungutan suara pada Oktober, menentang kenaikan tarif tersebut. Perdana Menteri Robert Fico mengatakan bahwa China “20 tahun lebih maju dari kita dalam hal EV”, dan memperingatkan bahwa peningkatan hambatan perdagangan pada akhirnya berpotensi lebih merugikan Eropa dibandingkan China.
Para pemimpin industri di sektor otomotif menyuarakan kekhawatiran ini. Hildegard Muller, presiden Asosiasi Industri Otomotif Jerman, mengkritik tarif tersebut sebagai “langkah mundur bagi perdagangan bebas global”, memperingatkan potensi hilangnya lapangan kerja, terhambatnya pertumbuhan ekonomi, dan melemahnya kemakmuran pasar, serta sengketa perdagangan lebih lanjut.
“Pintu untuk negosiasi tetap terbuka. Ini adalah satu-satunya berita positif hari ini,” katanya, mendesak upaya berkelanjutan menuju negosiasi terbuka.
Produsen mobil besar Eropa, termasuk Volkswagen, BMW, dan Mercedes-Benz, menyuarakan sikap bersatu menentang tarif tersebut. Mereka mendukung pasar terbuka yang dapat menciptakan persaingan yang adil.
CEO BMW Oliver Zipse memperingatkan bahwa tarif itu dapat “merusak model bisnis perusahaan yang aktif secara global, membatasi pasokan EV ke pelanggan Eropa dan dengan demikian memperlambat dekarbonisasi di sektor transportasi.”
Michael Schumann, ketua Dewan Asosiasi Federal Jerman untuk Pembangunan Ekonomi dan Perdagangan Luar Negeri, mengkritik tarif tersebut sebagai kontraproduktif, berpendapat bahwa tarif itu bertentangan dengan tujuan Eropa untuk mempromosikan mobilitas listrik dan memajukan perlindungan iklim.
“Transisi menuju mobilitas listrik merupakan landasan perlindungan iklim, dan kita perlu mendukung serta memajukan transisi tersebut,” kata Schumann kepada Xinhua.
Para ahli juga turut mempertimbangkan dan menyoroti pengaruh geopolitik yang lebih luas. Boyan Chukov, mantan penasihat kebijakan luar negeri perdana menteri Bulgaria, berpendapat bahwa AS memanfaatkan UE dalam persaingan ekonominya dengan China.
“China adalah salah satu negara yang paling patuh terhadap peraturan lingkungan. Dalam hal ini, China menjadi contoh bagi negara lain untuk diikuti,” katanya, seraya menambahkan bahwa tarif tambahan ini didorong oleh “kepentingan politik.”
Liang Guoyong, ekonom senior dari Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), menggambarkan tarif UE itu sebagai “kontraproduktif.
Dia menggarisbawahi bahwa langkah-langkah perdagangan yang protektif dan restriktif pada produk-produk ramah lingkungan, seperti EV, bertentangan dengan upaya global untuk mengurangi emisi karbon dan dapat meningkatkan biaya bagi konsumen Eropa.
“Menerapkan tarif ini hanya akan merusak kepentingan ekonomi baik pengimpor maupun pengekspor serta mengancam kemajuan dalam upaya mengatasi perubahan iklim global,” ujar Liang.
Laporan: Redaksi